11. Gara-gara Wet Dream

4.8K 960 1.4K
                                    

"Yakin gak mau Om anter pulang?". Tawar Pablo lagi. Setelah membicarakan perihal Jeka, Pablo hendak mengantarkan Unaya pulang tapi gadis itu menolaknya. Unaya meringis lebar dan menggeleng lagi. Hidupnya mendadak ruwet semenjak kenal Jeka, apalagi setelah menandatangani kontrak pacaran itu.

"Gak usah Om hehe. Una bisa kok pulang sendiri, kebetulan mau mampir dulu beliin pesenan Mama". Sahut Unaya sopan. Maaf Om bohong, batin Unaya.

"Ya udah kalau gitu hati-hati Unaya. Sekali lagi makasih sudah mau bantu Om. Kamu emang anak yang baik". Puji Pablo. Unaya mengulas senyum tipis, apa kalau Pablo tahu ia dan Jeka hanya pacaran kontrak saja lelaki itu akan tetap menilainya sebagai anak baik. Secara tidak langsung ia sudah membohongi Papa Pablo.

"Makasih Om. Om sama Yeri juga hati-hati". Kata Unaya sembari menyalami tangan Pablo dan melambai kearah Yeri.

"Dadah Kak". Setelah Papa dan anak itu pergi, Unaya langsung lemas. Gadis itu duduk didepan bangku restoran dan memijit kepalanya yang mendadak pening.

"Parah nih, parah! Bisa-bisa nya gue nge-iya in maunya si Om". Gumam Unaya merutuki kebodohannya. Inti dari pembicaraan mereka tadi adalah; Pablo ingin Unaya mengawasi Jeka dan menegur pemuda itu jika hendak tawuran. Kalau Jeka status-nya pacar sungguhan sih Unaya tidak masalah. Tapi ini kan hanya pacaran kontrak! Apa Jeka tidak marah jika dirinya terlalu masuk kedalam kehidupan pribadi pemuda itu? Memang kan kalau sudah ada campur tangan orangtua itu jadi ribet!

"Oke gak masalah. Toh kalo Jeka gak bisa berubah dan Om nyalahin gue, gue kan bisa beralibi kalo udah putus sama anak-nya". Akhirnya Unaya memutuskan untuk tidak terlalu memikirkan permintaan Pablo tadi. Gadis itu melirik jam tangannya, sudah sore dan ia belum pulang. Sudah pasti Mama Irene khawatir, ponselnya juga mati karena lowbat.

Akhirnya Unaya memutuskan untuk berjalan kearah halte yang ada diseberang restoran. Pikiran gadis itu sempat berkelana, Pablo menceritakan sisi lain dari Jeka. Anak itu juga korban broken home sama sepertinya. Hanya saja mungkin disini Unaya jauh lebih beruntung dan merasa bahagia karena gadis itu bisa menerima kehadiran Mama dan Kakak tirinya. Tapi tidak untuk Jeka, pemuda itu masih keras kepala dan menganggap jika keputusan Papa-nya menikahi wanita lain itu salah. Mungkin-kah tindakan menyimpang Jeka selama ini adalah bentuk pelampiasan rasa marahnya pada Pablo?

"Ya ampun keras juga hidup loe Jek". Gumam Unaya sembari menatap lalu-lalang kendaraan. Menunggu bus lewat sore begini, ada kan ya?

Sementara itu Jeka terlihat emosi. Memang dasarnya gegabah, pemuda itu nekat mendatangi sekolah Mario seorang diri. Entah kenapa Jeka mengira jika Mario adalah dalang dibalik hilangnya Unaya. Teringat kemarin malam Jimi juga dikeroyok oleh antek-antek pemuda itu. Mario yang sedang menghisap rokoknya kaget saat Jeka tiba-tiba menarik kerah bajunya begitu saja.

"Loe kemanain cewek gue?!". Desis Jeka dengan wajah mengeras. Tadinya antek-antek Mario hendak menyerang Jeka, namun Bos mereka memberi kode untuk diam. Baru juga saling serang, Mario capek bonyok terus.

"Maksud loe apa?!". Sahut Mario pendek.

"Gak usah pura-pura bego! Loe kemanain cewek gue sat!". Bentak Jeka lagi. Mario terkekeh dibuatnya, pemuda itu mendorong tubuh Jeka hingga cengkeraman di kerah bajunya terlepas. Pemuda itu mengusap kasar kerah bajunya sebelum menjawab pertanyaan Jeka.

"Loe nuduh gue culik cewek loe? Harusnya loe mikir Jek, musuh loe itu banyak! Gak cuma gue doang". Jeka terdiam begitu mendengar jawaban dari Mario. Benar juga, musuhnya dari sekolah lain itu banyak. Kemungkinan besar Unaya diculik oleh salah satu dari mereka. Jeka mengacak rambutnya frustrasi. Lagian bandel banget sih Unaya, disuruh cepetan pulang naik taksi malah nongkrong di depan gerbang sekolah. Begitulah batin Jeka.

Bangsat Boys (Book 1&2)✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang