15. Ingatan

100 14 0
                                    

Jingga

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jingga

Waktu SMP, gue termasuk cewek yang dibilang pendiam sih nggak, dibilang pecicilan juga nggak. Cuma rada bar-bar sih emang. Gue bisa seharian diem gak ngomong kalau lagi gak mood. Tapi bisa juga ngakak sampai guling-guling di lantai padahal cuma denger lawakan garing temen gue.

Rada bar-barnya dimana?

Iya, itu. Gue suka nyolot kalau soal pendapat. Apa yang menurut gue bener, ya, bakal gue pertahankan. Apalagi kalau sudah bawa-bawa emosi, gue bisa marah-marah cuma karena gak setuju sama orang lain.

Itu waktu dulu, ya. Kalau sekarang mah, semenjak gue paham apa artinya menghargai pendapat orang lain, gue lebih suka mendem pendapat sendiri karena gak mau berantem cuma karena membela pendapat gue. Gak tahu sih ini bener atau salah. Cuma ya, semakin dewasa, gue semakin enggan untuk cari ribut sama orang.

Waktu itu, gue ribut sama temen SMP gue. Iya, cuma karena beda pendapat yang bahkan gue sendiri lupa apa yang gue permasalahin waktu itu. Yang gue inget itu, gue berantem sama dia.

Cowok, guys.

Gue berantem sama temen gue yang cowok waktu SMP sampai nangis.

Bukan gue yang nangis. Tapi dia.

Rambut tuh cowok gue jambak sampai berdiri semua dan berantakan. Tangannya gue cakar sampai baret sana-sini. Seragamnya apalagi. Sudah gak karuan karena dasinya gue tarik kenceng banget.

Cowok itu memang kelihatan kayak cowok biasa yang setiap marah pasti mengepal tangannya kuat-kuat. Matanya melihat gue dengan tajam serta rahang yang mengeras. Tapi gue gak kalah galaknya bahkan sewaktu di akhir pertengkaran, gue masih melihatnya dengan kernyitan di dahi saking kesalnya. Sedangkan dia, air matanya langsung turun. Udah deh jiwa laki-lakinya luruh. Sambil keringetan, dia ngusap air matanya setelah guru dan temen-temen yang lain misahin gue sama dia.

Habis berantem, cowok itu ke UKS. Katanya sih pada luka karena gue. Karena lukanya itu, semua orang menyalahkan gue. Mereka mandang gue sebagai cewek yang gak punya jiwa cewek alias tomboy. Suka nyari ribut padahal gue berantem sekali itu doang, ya Tuhan.

Memang kebiasaan manusia buat memukul rata sesuatu padahal gak semua bisa disama-ratakan. Menaruh cap pada seseorang yang bekasnya bakalan terus ada kemanapun dia pergi.

Cowok itu dikasihani, sedangkan gue malah dijauhi.

Gue merasa kasihan sama diri sendiri. Apalagi saat itu gue masih SMP. Saat-saat dimana bermain dengan teman adalah hal yang paling menyenangkan. Untungnya sistemnya itu setiap kenaikan kelas, murid-muridnya diacak lagi. Jadi masih ada tuh sisa manusia yang gak tahu julukan gue dan akhirnya mau berteman dengan gue.

Meskipun begitu, gue inget banget. Waktu dulu, di saat semua orang menjauhi gue dan lebih memilih mengantarkan si cowok itu ke UKS sedangkan gue malah duduk di belakang sekolah, tiba-tiba ada seseorang yang nyamperin gue. Matanya rada sipit mirip jam pada waktu menunjukkan pukul sepuluh lewat sepuluh malam. Pipinya cukup berisi sampai gue pingin cubit pipinya.

SWASTAMITA [Jeon Wonwoo]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang