3. Temu

199 22 0
                                    

Jingga

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jingga

"Bunda pulang telat. Kamu masak, ya?"

Suara Bunda di telepon tadi masih terngiang-ngiang di kepala gue yang saat itu masih betah berada di depan televisi sambil memegang kipas angin kecil di tangan. Udara di ibukota semakin hari terasa semakin panas saja padahal hari sudah sore. Gue kalau lagi kegerahan bawaannya emosi makanya mending ngadem dulu sambil pegang kipas supaya setelah ini bisa masak dengan tenang.

Mungkin sekitar lima menit sampai gue akhirnya memilih beranjak dari sofa ke dapur untuk mengecek persediaan makanan. Ada banyak bahan-bahan yang seperti baru dibeli Bunda. Pilihan gue jatuh pada udang serta sayur kangkung. Habisnya di rumah cuma gue sama Bunda yang makan. Makanya gue hanya menyiapkan dua lauk. Itupun dengan porsi yang tidak begitu banyak. Cukuplah untuk gue dan Bunda yang makannya gak pernah lewat dari satu piring alias gak pernah nambah. Porsi makan kita berdua emang sedikit soalnya.

Gue mulai mengambil ancang-ancang dengan menggulung lengan baju gue. Padahal yang gue pakai itu kaus pendek. Tapi karena bawaannya gerah jadinya gue gulung sampai dekat ke bahu. Setelah itu dapur mulai jadi tempat gue yang lagi belajar masak ini bereksperimen sampai berantakan.

Gue emang masih tahap belajar. Tapi Bunda bilang, bumbu takaran gue udah pas jadi rasanya bisa ditolerir sama lidah. Makanya sesekali gue disuruh masak sama beliau. Tujuannya antara mempersingkat waktu mempersiapkan makan malam sama melatih gue supaya lebih handal dan terbiasa memasak. Namanya cewek pasti harus bisa sedikit banyaknya urusan dapur. Gitu kata Bunda.

Sampai jam lima sore Bunda belum juga pulang. Dua lauk masakan itu sudah tersedia di atas meja makan. Gue pun membereskan kekacauan di dapur lalu mencuci semua peralatan masak yang gue pakai. Gerah banget seriusan. Rasanya mau naruh kipas angin di dapur tapi ngeri takutnya api di kompornya ketiup-tiup gitu.

Tok, tok, tok.

Gue yang masih berantakan, rambut diikat seadanya, kaus pendek yang udah basah karena keringat, juga celana panjang gue yang digulung sebelah tapi sebelah lagi enggak, serta wajah yang bisa dibilang kusam itu melangkah keluar untuk membukakan pintu karena mendengar ketukan dari luar sana.

Mau mikir kalau itu Bunda yang dateng tapi gak mungkin. Soalnya kalau Bunda pasti gak manja pakai segala ngetuk pintu. Beliau justru buka pintu sendiri dan langsung ngucapin salam. Makanya gue memegang handle pintu dengan was-was. Semoga aja bukan penjahat karena kasian penjahatnya kaget ngeliat muka kusam gue. Pasti gak jadi nyulik deh.

"Siapa, ya?" Suara gue terdengar lebih dulu sebelum pintunya gue buka lebar-lebar.

"Jingga, ya?"

Sewaktu dengar suara berat itu rasanya gue mau tutup pintu lagi biar muka tampan si tamu ketampar angin pintu terus habis itu gue masuk ke kamar mandi buat mandi supaya muka gue rada kinclong dikit.

Crush gue.

Dateng di depan pintu.

Rasanya jantung gue udah mau keluar dari tempatnya terus minta dijual di rumah sakit saking gak kuatnya berhadapan sama ciptaan Tuhan yang subhanallah indahnya. Untungnya gue masih ngerti tata krama terima tamu. Gue gak mungkin nutup pintu gitu aja dan ninggalin Biru tercengang sendirian di sana.

SWASTAMITA [Jeon Wonwoo]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang