23. Mengulas

99 11 2
                                    

Jingga

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jingga

Minggu pertama bulan Februari, hari Jum'at sore, saat birunya langit perlahan-lahan bertemu dengan jingga, saat angin berhembus begitu dingin namun tidak ada tanda-tanda kalau hujan akan turun, gue berdiri di depannya.

Di depan dia.

Lelaki yang kemarin mengingkari janjinya pada gue.

Lelaki yang kemarin katanya mau dateng ke rumah gue tapi tahunya dari sore sampai ketemu pagi, gue gak melihat kedatangan dia ke rumah gue.

"Maaf, Jingga." Gue sudah menduga kalau dua kalimat itulah yang hanya bisa dia ucapkan pada gue.

Karena sebagaimana waktu itu, saat gue benar-benar tidak mengingat janji gue padanya, gue juga gak bisa berucap banyak selain, "maaf, saya tidak bisa menepati janji."

"Gak papah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Gak papah." Gue mencoba memaklumi. Memaklumi sebagaimana gue ingin dimaklumi waktu itu. "Salah atau lupa itu emang udah kodratnya manusia. Lo atau gue, pasti pernah melakukan itu."

Gue mewajarinya.

Namun dibandingkan gue, dia kelihatan lebih marah pada dirinya sendiri.

"Hari ini," lanjutnya. "Ayo ikut saya. Saya akan menebus semuanya."

"Juga kamu." Dia berkata lagi, "harus menebusnya juga."

Sore dimana Damian harus buru-buru pulang karena Iza — adiknya Dami, meminta untuk diantar membeli ikan dan Dami sudah berjanji untuk menurutinya. Sore dimana Caka gak bisa diajak bicara dan menghilang begitu saja saat bel pulang sekolah karena katanya hari ini adiknya ulang tahun. Sore dimana gue, mencemaskan banyak hal namun cuma mampu gue pendam dalam hati karena gak mau membuat banyak orang khawatir.

"Kemana?" tanya gue dengan ekspresi wajah datar.

"Pantai."

Harusnya sih gue sedih. Gak tahu kenapa tapi gue merasa harus begitu aja mengingat perasaan gue lagi gak baik-baik aja.

Tapi karena jawaban Biru barusan, gue ketawa. Ketawa yang lepas banget sampai membungkuk hingga rambut gue menutupi wajah gue.

"Yakali, mana sempet! Jam berapa ini? Kesorean!" ujar gue sambil menyibak rambut gue ke belakang dan mengarahkan pandangan gue padanya.

SWASTAMITA [Jeon Wonwoo]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang