10. Menyerah

140 18 0
                                    

Jingga

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jingga

"Permisi."

Mager.

Mungkin sudah ketiga kalinya tamu di depan rumah gue berkata begitu karena gak kunjung mendapatkan respon dari pemilik rumah. Gue yang sedang asik rebahan terlalu sulit bahkan untuk sekedar menurunkan kaki ke bawah kasur. Setelah ingat bahwa Bunda dan Ayah sedang gak berada di rumah karena bekerja, gue barulah berhasil melangkah keluar dari kamar tamu dengan ogah-ogahan. Iya, kamar yang pernah Biru gunakan saat menginap itu sebenarnya masih gue pakai sesekali. Makanya gak heran kalau ada tas gue yang menggantung di pintu lemari sana.

"Siapa?" tanya gue sebelum membuka pintu. Pertanyaan gue ini sebenarnya termasuk kebiasaan. Padahal menyentuh pintu pun belum tapi gue sudah bertanya. Anggapan gue, supaya si tamu tahu kalau pemilik rumah ada di dalam rumahnya dan dia gak perlu beranjak dari depan sana.

"Kita nih, Jingga!" Kaget banget gue pas dengar jawaban dari balik pintu utama rumah gue. Rasanya jantung gue hampir lompat dari tempatnya kalau gak buru-buru gue tenangkan. Gue berlari menuju pintu lalu menariknya agar bisa melihat apakah seseorang di luar sana adalah orang yang ada dipikiran gue saat ini.

Dan benar saja. Ketika gue berhasil membuka pintu lebar-lebar, dugaan gue gak salah. Saking terkejutnya gue dengan kedatangan mereka, gue gak sempat mempersilahkan masuk dan justru mematung di tempat.

Mia, Nina, dan Leta.

Gue juga gak tahu apa alasan mereka datang ke rumah gue di liburan panjang ini. Padahal hari-hari gue sekolah di semester ganjil kelas sebelas saja dipenuhi aksi diam-diaman antara gue dan mereka. Gak ada satupun pembicaraan yang terjadi bahkan hanya untuk sekedar basa-basi. Makanya gak heran kalau gue sampai se-terkejut ini.

"Hai, Jingga. Apa kabar? Boleh kita masuk? Atau ngomong di sini aja?" Leta bicara lebih dulu. Gue masih gak bisa membuka mulut hingga akhirnya ia berbicara lagi, "gue, Nina sama Mia mau jalan-jalan ke mall hari ini. Lo mau ikut, gak?"

Gue pikir, mereka datang ke rumah gue untuk minta maaf karena itu adalah sesuatu yang paling logis untuk mereka lakukan saat ini. Tapi tahunya mereka malah mengajak gue jalan-jalan.

"Paling enggak, supaya hubungan kita bisa lebih baik sih." Nina menimpali.

Mia yang gue kenal sebagai gadis bersuara cempreng itu juga ikut mendesak. "Ayo, Jingga. Hari inii aja," pintanya.

Sebenarnya gue gak ada alasan juga untuk menolak karena sejak tadi pagi kerjaan gue cuma rebahan di rumah. Kata Bunda, gue gak harus datang ke tokonya karena hari ini pelanggan sepi seperti biasa. Lalu Ayah juga malah membelikan gue makanan banyak di kulkas karena katanya supaya gue gak bosan sendirian di rumah. Jadi sebenarnya— seingat gue, hari ini gue gak kemana-mana dan gak punya alasan untuk menolak mereka.

"Um ... boleh deh." Dengan ragu-ragu, gue menjawab. "Tunggu gue siap-siap dulu, ya? Lo bertiga masuk aja dulu. Makanan di atas meja silahkan di makan aja. Mau gue buatin minum dulu gak?" tanya gue pada mereka bertiga.

SWASTAMITA [Jeon Wonwoo]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang