17. Tersimpan

90 12 0
                                    

Jingga

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jingga

"Gue gak nyangka lo sama Biru udah sahabatan selama itu." Kedua mata gue melihat dia yang duduk di sebelah gue. Dia meneguk sekaleng minuman, menelannya dengan cepat kemudian ikut melihat gue juga.

"Dari SMP, ya? Hampir empat tahun karena di tahun keempat, gue ribut sama dia." jawabnya sambil bersandar ke belakang dengan tumpuan tangannya. Gak peduli tangannya bakal sesakit apa karena menyentuh aspal jalan trotoar.

Gue dan dia menjauhi keramaian. Bukan karena alasan tertentu apalagi untuk mengobrol. Melainkan karena kita butuh. Gue dan dia, butuh tempat dan ruang untuk menarik napas sejenak dari riuhnya ibu kota di malam hari. Mungkin sekitar sepuluh langkah kaki orang dewasa jarak warung tempat Caka membeli minum kaleng berwarna biru itu dan memberikan teh botol pada gue.

"Gue nyesel sih," akunya. Gak nyangka dia bakal bilang itu ke gue. Tapi dari tadi yang dia lakukan memang diluar dugaan gue sih. Tiba-tiba ngajak gue ngobrol banyak hal terus berhenti sebentar cuma buat beli minum. Bahkan gue diajak keliling kota Jakarta sampai malam hari tanpa alasan. Dan gue gak bisa protes karena gue pun sebenernya butuh udara segar.

Gue terlalu takut.

Gue takut pulang.

Gue takut menemukan sesuatu yang beberapa terakhir selalu terjadi di rumah gue.

Kehancurannya, keributannya, kesedihannya.

Gue takut.

Dan harusnya, gue minta maaf sama Bunda karena gue malah keluar rumah di saat Bunda harus mati-matian bertahan di sana menunggu gue dan Ayah pulang.

"Karena putusin Alma?" tanya gue.

Gue pikir, gue sudah benar. Tapi tahunya, jawaban Caka malah, "karena jadian sama Alma."

Kali ini, gue menatapnya dengan lebih dalam dari samping karena Caka sibuk menatap jalan raya di depannya. Gue mencoba mencari tahu sosok di sebelah gue yang selalu menjadi pribadi penuh rahasia dan gak bisa diterka isi hatinya begitu saja.

Gue gak berkomentar. Mencoba untuk menghargai keputusan dia. Lagipula buat apa juga gue marah cuma karena penyesalan yang dia rasakan? Toh, itu perasaannya sendiri. Memaksakan perasaan orang lain itu, gak baik. Gue cuma akan menyakiti orang lain dengan cara yang gak gue sadar nanti.

"Lo gak marah?" Caka melihat gue. Menumpukan kepalanya di lipatan tangannya yang juga disangga oleh lipatan kakinya. Caranya melihat gue seakan menggambarkan betapa fokusnya dia yang menjadikan gue objek satu-satunya untuk dia lihat. Sampai gue hampir terhanyut cuma karena tatapannya itu.

"Buat apa?" tanya gue balik.

Caka membuang muka ke arah lain. Bersandar lagi seperti tadi pada aspal, lalu berkata, "ya, lo kan deket sama Alma. Kali aja lo mau marah-marah karena gue nyakitin dia." Mungkin dia tahu gue deket sama adiknya karena waktu itu gue minta anterin ke rumah Biru sama dia. Caka pikir, gue sedekat itu sama keluarganya Biru.

SWASTAMITA [Jeon Wonwoo]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang