21. Keinginan

99 12 2
                                    

— February —

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

— February —

Biru

"Di Singapore?! Ngapain?!"

Kedua mata saya berpaling pada Nila sewaktu mendengar nada bicaranya yang meninggi. Padahal saya tahu betul dengan siapa dia bicara. Nila biasanya tidak pernah berbicara dengan nada tinggi seperti itu pada seseorang yang selalu ia nanti kepulangannya.

"Di Indonesia juga banyak destinasi bagus kenapa harus ke Singapore, Mi?"

Tante Razmi, maminya Nila.

Sebenarnya, Tante Razmi tidak ada bedanya dengan seorang ibu biasa. Ia hanya seorang ibu rumah tangga. Bedanya, kalau ibu rumah tangga biasanya ada di rumah, merawat anak dan suaminya, Tante Razmi tidak seperti itu. Ia lebih suka berada di luar. Bermain bersama teman-temannya tidak peduli apakah diusianya itu ia masih pantas bermain-main, jalan-jalan ke tempat yang dia mau, dan melakukan semua hal yang dia inginkan. Hal ini terjadi semenjak perceraiannya dengan Om Farras.

Kadang saya suka bertanya-tanya. Apa artinya dari pernikahan kedua orang tua Nila?

Mereka cuma sekedar mempunyai dua anak kemudian memilih untuk bercerai. Itupun dengan kedua anak yang dibiarkan hidup dengan uang tanpa kasih sayang.

Mereka - Nila dan Mas Vino, memang bebas untuk melakukan apa yang mereka mau. Namun saking besarnya kebebasan yang Om Farras dan Tante Razmi berikan, membuat Mas Vino dan Nila merasa bahwa tidak ada bedanya antara kebebasan dengan rasa tidak peduli.

Sekarang, Om Farras sedang bersiap untuk memulai hidupnya yang baru. Sedangkan Tante Razmi, tengah menikmati hidupnya seolah sebelum ini dia belum pernah hidup dengan kebebasan itu.

Di saat Om Farras dan Mas Vino sibuk, saya tahu bahwa saat itu, Nila berharap bahwa ia bisa tinggal dengan mamanya berdua saja. Harapan yang sangat sederhana sesederhana keinginannya itu membuat saya merasa bahwa harapannya itu harusnya mudah untuk terwujud.

Tetapi tidak. Tante Razmi lebih suka berpergian tanpa arah. Kemanapun. Kemanapun yang ia inginkan asal tidak kembali ke rumah. Seolah rumah yang kini Nila tempati adalah tempat penuh luka yang tidak ingin ia kunjungi lagi.

Nila tidak menyadari itu.

Atau mungkin ..., ia tidak mau mengakuinya.

Ia terus menunggu dan menunggu sampai dirinya bisa kembali bertemu dengan maminya, Tante Razmi.

"Yaudah kalau gitu. Have fun, Mami. Sehat-sehat, ya?"

Kadang juga, saya bertanya.

"Biru."

Apa bedanya saya dengan Nila?

"Katanya Mami gak bisa."

Antara saya yang memang sudah tidak akan pernah bisa bertemu dengan Mama lagi.

SWASTAMITA [Jeon Wonwoo]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang