Jingga
Senin, 09 Agustus, 16.00 WIB.
"Bun, mau martabak telor atau manis?"
Jam empat sore, waktu seluruh murid SMA Elang mulai membubarkan diri, gue duduk di halte bus. Gak ada niat naik bus sih. Gue cuma mau numpang duduk.
Biasanya gak ada hari tanpa gue bareng Caka atau Dami. Tapi hari ini, mereka lagi ada urusan. Si Dami nurutin keinginan Iza untuk jalan-jalan sore, sedangkan Caka lagi ada urusan sama cewek bernama Wala yang akhir-akhir ini memang lagi deket sama dia.
Sempet maksa sih mereka untuk anter gue pulang dulu. Tapi gue bilang ke mereka untuk selesaiin urusan mereka aja karena akhir-akhir ini, gue juga gak menemukan hal janggal. Gak kayak dulu yang setiap pulang sendiri, pasti ada aja yang ngikutin gue.
Lalu sekarang, tanpa berbicara ataupun basa-basi sama Bunda, tiba-tiba gue langsung memberikan pilihan kepadanya. Gak tau kenapa, gue tiba-tiba pengen beliin Bunda makanan setelah seharian ini uang jajan gue gak pake karena gue males ke kantin. Malah gue dibawain jajanan dari kantin sama Caka karena gue masih tetep keras kepala, gak mau keluar kelas alias mager.
"Gak usah. Bunda di rumah masak kok. Tadi pulang dulu bentar buat nyiapin makan kamu. Uangnya simpen aja ditabung."
Suara Bunda di seberang telepon sana terdengar di telinga gue hingga gue hanya bisa tersenyum tipis.
Lalu gue menjawab, "yaelah, Bun. Martabak doang. Makan di rumah mah beda lagi." Seneng deh gue bisa bicara sesantai ini kayak dulu sama Bunda.
"Yaudah-yaudah. Terserah kamu aja. Kamu kan tau Bunda suka dua-duanya."
"Yaudah kalau gitu, Jingga beli dua-duanya." Gue memutuskan sendiri. Langsung laper rasanya kalau mikirin makanan kayak sekarang. Makanya gue bergegas bangkit dari duduk untuk segera mencari angkutan umum menuju penjual martabak langganan gue, Bunda dan Ayah.
"Eh, gak usah. Pilih aja salah sa—"
"Gak papah, Bunda. Jingga yang pengen kok." Gue menyela Bunda. Maaf-maaf aja ya, soalnya Bunda kalau gak diginiin pasti bakal nolak terus. "Bye-bye, Bundaa!"
"Iya, sayang. Hati-hati, ya."
"Iya, Bunda," jawab gue lalu menutup telepon lebih dulu untuk naik ke angkot. Gak terlalu jauh sih tempatnya dari sekolah. Cuma lumayan aja gitu kalau ditempuh dengan jalan kaki.
Sesampainya di sana, gue langsung memesan dua jenis martabak itu. Sempet ngobrol bentar sama mas penjualnya, tapi gak banyak karena gue menghindari banyak pertanyaan soal Ayah. Masnya juga ngucapin turut berduka cita sama gue tapi gue cuma bisa tersenyum untuk membalasnya.
Harusnya sih, gue naik angkot lagi. Tapi gue yang lagi males untuk nunggu dan berdiri terlalu lama, akhirnya milih untuk jalan kaki. Waktu sore begini, memang banyak banget kendaraan yang lalu-lalang. Kedua mata gue terus memperhatikan keramaian yang melewati gue.
KAMU SEDANG MEMBACA
SWASTAMITA [Jeon Wonwoo]
Hayran KurguSwastamita; ketika Biru dan Jingga bertemu, disitulah langit menemui titik indahnya. Jeon Wonwoo As Adhyastha Biru Mahawira # 1 - carat (24-09-21) # 1 - partoflife (18-02-22) # 1 - wonu (17-05-23) # 1 - swastamita (28-08-23) # 3 - mipa (29-06-23) ...