20. Menghindar

94 13 0
                                    

Biru

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Biru

"Kamu darimana aja sih? Kamu gak tau aku nyariin kamu dari tadi? Ditelepon gak diangkat, dichat gak dibales. Kenapa?"

Saya melihat Nila dengan cermat. Tidak ada sedikitpun perasaan marah dalam hati saya sekalipun sudah sejam dia mengoceh panjang lebar karena saya tidak kunjung memberinya kabar.

"Maaf," ujar saya. Hanya itu yang mampu saya ucapkan tanpa mampu menjelaskan lebih jauh alasan saya tidak mengabarinya. Karena saya tahu, semua itu percuma. Perempuan di hadapan saya hanya akan mendengarkan dirinya sendiri dan merasakan semua emosi yang menguasai dirinya saat ini.

"Kamu tuh, ya? Kamu pikir semuanya selesai dengan kamu minta maaf? Ini udah kesekian kalinya kamu gak bisa di kabarin semenjak kita jadian. Kamu sengaja menghindar dari aku?"

Sebenarnya, saya tidak tahu. Saya tidak tahu apa alasannya saya menonaktifkan ponsel saya seharian di hari libur ini. Padahal saya tidak punya kegiatan apapun selain bermain game bersama Rama, atau membaca buku sambil mendengarkan Rama memainkan musik.

"Kamu males ketemu aku? Iya?" Dan dia, tidak akan pernah selesai dengan amarahnya sendiri.

Sewaktu dulu, sebelum saya mengenal Nila lebih jauh, di mata saya Nila hanyalah sosok perempuan yang pendiam dan suka memendam semuanya sendirian. Tidak pernah saya menduga bahwa dia bisa menjadi sosok yang selalu menuntut dan emosional seperti sekarang ini.

"Jawab, Ru," tuntutnya sekali lagi.

Saya menghela napas berat. Bahkan saya belum meneguk minuman yang saya pesan sekalipun setibanya saya di kafe tempat kami membuat janji untuk bertemu. Tetapi dia terus meminta penjelasan pada saya.

"Bukan begitu, Nila. Saya hanya ...," juga pada akhirnya, saya tidak bisa menjelaskan perbuatan saya lebih lanjut. Pada akhirnya saya hanya bisa menggantung kalimat saya.

Karena saya tidak tahu apa sebenarnya yang saya lakukan saat ini.

"Hanya apa?!" Dia terlihat semakin kesal. Dengan caranya yang mengacak rambut frustasi seolah lelah sekali pada sikap saya, dia bertanya dengan tegas, "kamu sebenernya sayang gak sih sama aku?"

Lalu pertanyaan ini ....

"Hhh..." Dia menghela napas kasar dan melanjutkan, "baru sadar aku."

Pertanyaan yang tidak pernah mampu saya jawab.

"Semenjak kita jadian."

Karena saya pun,

"Gak pernah aku denger kalimat itu dari kamu."

Tidak tahu alasannya.

"Apa susahnya bilang 'aku sayang kamu'?"

Saya terdiam lagi. Diam yang bukan hanya diam.

Tetapi berpikir.

Berpikir dan terus berpikir.

SWASTAMITA [Jeon Wonwoo]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang