Biru
"Ru, ke kantin gak?"
Gibran Ganendra Ardani. Lelaki yang baru saya kenal seminggu terakhir itu mengganggu saya yang tengah asik membaca. Saya tidak merasa bahwa hubungan kami dekat hingga lelaki itu mengucapkan hal seperti itu. Tetapi sepertinya hal itu hanya basa-basi saja karena selepas saya menggelengkan kepala untuk membalasnya, lelaki itu langsung pergi keluar dari kelas.
Saya belum mempunyai banyak kenalan meskipun ini sudah tahun ajaran kedua saya bersekolah di SMA Elang. Sebenarnya sih bukannya belum. Lebih tepatnya, tidak ingin. Saya tidak suka mempunyai banyak teman apalagi hanya untuk bersenang-senang saja. Rasanya tidak berguna dan sia-sia untuk orang yang individual seperti saya. Untuk itu, saat pertama kali datang ke kelas XI MIPA 1, saya mengizinkan Gibran—lelaki asing itu—untuk duduk di sebelah saya. Hanya sebagai teman sebangku sepertinya tidak masalah. Selama dia tidak menggangu saya, mungkin itu akan terasa baik-baik saja.
Tidak ada aktivitas berarti di hari-hari sekolah saya. Datang ke sekolah, belajar, mengerjakan tugas, ke kantin untuk membeli makanan, istirahat di taman belakang sekolah, lalu kembali ke kelas dan belajar lagi. Sepertinya selama sekolah ini hari-hari saya lebih didominasi untuk menghindari orang-orang. Menghindari percakapan tidak perlu dan tidak berarti. Saya bahkan malas untuk menanggapi apalagi membalas surat-surat yang ada di kolong meja saya karena sudah tahu bahwa surat itu tidak lebih seperti sampah di mata saya.
Bagi saya, tindakan para siswi untuk meletakkan surat di sana adalah kesia-siaan. Saya tidak pernah ada keinginan untuk membacanya. Bahkan ketika ada makanan di sana, saya hanya akan meninggalkannya di sana dan membuangnya ketika sudah tidak layak untuk disimpan.
Meja saya dan Gibran sebenarnya tidak jauh berbeda. Lelaki itu juga sering mendapatkan surat cinta dan makanan manis sejenis cokelat. Tetapi bedanya, lelaki itu mau menanggapi semua surat dan memakan makanan yang ia dapat. Sangat berbeda dengan saya.
Kenapa surat? Kenapa tidak nomor telepon?
Karena nomor saya itu tidak banyak yang tahu kecuali teman sekelas ataupun keluarga saya. Lagipula saya jarang memegang benda lama-lama kecuali bendanya adalah buku. Lain lagi ceritanya. Saya bisa bertahan berjam-jam hanya untuk membacanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
SWASTAMITA [Jeon Wonwoo]
Fiksi PenggemarSwastamita; ketika Biru dan Jingga bertemu, disitulah langit menemui titik indahnya. Jeon Wonwoo As Adhyastha Biru Mahawira # 1 - carat (24-09-21) # 1 - partoflife (18-02-22) # 1 - wonu (17-05-23) # 1 - swastamita (28-08-23) # 3 - mipa (29-06-23) ...