22. Terpendam

92 10 0
                                    

Biru

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Biru

"Kalau gue sih, lanjut ke belakangnya aja. Masih muat, kan?"

Beberapa bulan telah berlalu sejak awal masuk tahun ajaran kelas sebelas ini. Tepatnya, saat kejadian dimana semua orang di dalam kelas saya memandangnya dengan pandangan sebelah mata. Saya pikir, selepas semester telah memasuki genap, semuanya akan baik-baik saja perlahan-lahan. Tetapi siapa sangka kalau, tidak ada kata semua perlahan akan baik-baik saja di sini.

Seperti saat ini contohnya. Meskipun saya tidak tahu apa alasan yang membuat saya terus mengamatinya dari kejauhan, namun melihatnya berbicara tanpa diacuhkan membuat saya terus mengarahkan pandangan saya padanya. Dia yang saat ini tersenyum tipis, menundukkan kepala, terdiam, lalu perlahan-lahan mundur saat dirinya tidak didengar membuktikan bahwa semuanya memang tidak berangsur baik sejak kejadian itu.

Lalu entah apa yang membawa saya bangkit dari tempat duduk saya kemudian menghampirinya dengan langkah tenang dan berkata, "kalau saya menulis di lembaran sebaliknya apa boleh?"

Ini tugas bahasa Indonesia, membuat catatan di kertas HVS. Padahal saya sudah selesai mengerjakannya tadi tetapi dengan bodohnya saya bertanya lagi padanya. Mungkin hal itu juga dianggapnya aneh karena tidak seperti biasanya saya bertanya hingga dia terdiam cukup lama.

"Hm.. boleh mungkin," balasnya setelah terdiam lama.

"Apa kabar Bunda, Ga? Sudah lama saya tidak berkunjung." Sekitar satu bulan mungkin. Sejak saya menjalin hubungan dengan Nila, sejak itu pula saya tidak menunjukkan wajah saya di hadapan Bunda Kirana — saya pun tidak tahu kenapa. Padahal sebelum ini, hubungan saya dengan Jingga sudah cukup dekat.

"Baik," jawabnya dengan singkat. Saat ini dia sudah duduk di atas kursinya. Seharusnya saya kembali ke kursi saya namun entah bagaimana, saya malah duduk di sebelahnya.

"Kalau pulang nanti saya mampir ke rumah kamu, apa boleh?" Sebelum ini, saya tidak pernah izin lagi. Tetapi hari ini, saya merasa harus melakukannya lebih dulu.

"Bukannya hari ini lo ada latihan basket?" Dan dia, lebih mengingatnya daripada saya.

"Iya, setelah latihan." Saya tersenyum padanya. Mungkin dia juga bisa melihat senyum di wajah saya karena sempat melirik saya sebentar.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
SWASTAMITA [Jeon Wonwoo]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang