34. Merelakan

70 10 0
                                    

- Agustus -

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

- Agustus -

Jingga

Empat bulan.

Empat bulan waktu yang udah gue lewati tanpa Ayah. Cuma sama Bunda, cuma sama Dami dan Caka yang setiap harinya selalu gantian anter gue pulang dan memastikan supaya gue selamat sampai rumah.

Empat bulan sampai sekarang di bulan Agustus ini, gue menemui awal semester ganjil di kelas dua belas. Di tahun ketiga ini, gue sekelas sama Caka. Sayangnya, gak bareng sama Dami karena saat ini, dia ada di kelas MIPA 3 lagi sedangkan gue berada di kelas MIPA 2.

Lalu dia,
Adhyastha Biru Mahawira.

Takdir kali ini berbaik hati sama gue yang masih gak mau ketemu Biru dalam waktu lama. Di tahun terakhir masa SMA ini, gue gak sekelas sama dia karena dia masih ada di kelas MIPA 1.

Empat bulan.

Waktu yang cepat tapi terus terasa lambat untuk gue.

Sebulan, dua bulan, tiga bulan lalu empat bulan. Semua itu seperti empat tahun untuk gue yang masih sering jatuh bangun ngelewatin semuanya.

Kadang-kadang, ada kalanya waktu gue lagi down banget, gue pasti mengurung diri di kamar.

Lalu lagi-lagi gue bertanya sama diri gue sendiri.

Kenapa ya gue kayak gini?

Kenapa hidup gue begini banget?

Kenapa gue gak bisa kayak orang lain?

Lalu kenapa Ayah pergi dari gue?

Kenapa Tuhan ngambil Ayah dari gue?

Apa gue belum cukup baik sebagai anak?

Apa gue gak cukup pantas untuk menjadi putri satu-satunya dari lelaki sebaik Ayah?

Atau karena Tuhan tau gue masih terus gak bisa membahagiakan Ayah?

Saat semua pikiran itu datang dan gue mengurung diri di kamar, pasti tiba-tiba ada yang ketuk pintu rumah. Iya, pintu rumah karena makin ke sini, Bunda makin sering ada di toko Swastamita. Kerja keras banget untuk mencukupi kebutuhan kita bahkan sampai malam hari.

Gue gak guna banget kan jadi anak? Di saat Bunda selelah itu untuk berusaha, gue malah masih terkurung pada pemikiran gue sendiri.

Setiap gue buka pintunya, gue selalu menemukan Dami ataupun Caka. Dengan makanan banyak yang mereka bawa untuk mengisi kulkas gue yang belakangan suka kosong karena Ayah yang biasanya ngisi itu, udah gak ada.

Setiap kayak gitu, gue selalu aja. Nangis lagi.. nangis lagi. Cengeng banget gue emang. Tapi rasanya tuh, masih sakit banget untuk gue hidup tanpa Ayah.

"Lo udah makan?"

Sekitar jam 18.30 malam, tiba-tiba Dami dateng ke rumah gue. Bunda belum pulang juga malam itu. Dami datang sendirian tanpa Caka.

SWASTAMITA [Jeon Wonwoo]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang