36. Terungkap

87 13 0
                                    

Biru

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Biru

Kaki saya melangkah cepat keluar dari kelas sewaktu bel pulang berbunyi. Belum sempat Nila sampai ke kelas saya seperti biasanya untuk pulang bersama, saya lebih dulu keluar dari kelas untuk menemui seseorang yang di tahun terakhir masa SMA ini, tidak lagi bersama saya.

Tentu saja hal yang pertama saya temui adalah lorong kelas yang ramai oleh siswa dan siswi yang bergegas untuk keluar kelas, nampak juga terburu-buru entah kemana. Dengan bermodalkan langkah seribu, saya tiba di depan kelas seseorang itu tepat sewaktu guru di dalam kelasnya baru saja keluar.

XII MIPA 2.

"Loh? Biru? Kok di sini? Ada urusan apa?" tanyanya dengan ramah. Ekspresinya sangat berlawanan dengan lelaki di sebelahnya yang menatap saya dengan tajam, penuh rasa tidak suka.

"Kamu harus ikut saya, Jingga. Ini penting," ujar saya tanpa menjelaskan lebih lanjut. Yang terpenting untuk sekarang, kami bergegas keluar dari sekolah. Untuk penjelasannya, biar dibicarakan nanti selama perjalanan.

"Hah? Penting? Ada apa?" Dia kelihatan bingung. Meskipun begitu, Jingga tetap memakai tas ranselnya dengan terburu-buru.

"Gak boleh." Lelaki yang berada di sebelahnya, yang selama beberapa tahun terakhir menyatakan diri sebagai musuh saya, mencegah tangan saya untuk meraih pergelangan tangan Jingga. "Jelasin dulu ada apa?"

Bukannya menjawab, saya malah balik melihatnya dengan tatapan yang sama; tajam, menusuk, penuh rasa tidak suka dan juga kebencian

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bukannya menjawab, saya malah balik melihatnya dengan tatapan yang sama; tajam, menusuk, penuh rasa tidak suka dan juga kebencian. Saya dan Caka seperti sedang perang batin karena bertengkar tanpa bicara apa-apa.

"Udah-udah. Kok malah berantem sih?" Jingga melerai. "Nanti gue kasih tau, ya, Bang. Kayaknya urusannya urgent banget. Titip salam sama Dami, gue gak bisa pulang bareng."

Kenapa banyak orang memanggil Caka dengan panggilan begitu? Bahkan termasuk Jingga.

Awalnya Caka masih terlihat ragu. Tapi tatapan mata Jingga yang seperti memohon pada Caka akhirnya bisa membuat lelaki itu mengangguk, seakan memberikan persetujuan.

Tanpa menunggu waktu lama, saya meraih tangan Jingga, membawanya keluar dari sekolah dengan melewati keramaian lingkungan sekolah karena siswa siswi yang keluar dari kelas masing-masing.

SWASTAMITA [Jeon Wonwoo]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang