CHAPTER 2

224 58 40
                                    




Menatap indahnya matahari terbenam di taman bunga yang berada di lantai dua itulah menjadi kesenangan Haechan akhir-akhir ini. Rasanya sungguh indah melihat semburat jingga yang melukis langit biru dan itu sungguh membuat ia tenang. Sulit mendapatkan ketenangan untuk saat ini semenjak kejadian yang mengerikan melandanya sepuluh tahun silam.

Haechan duduk di atas kursi pantai sambil menyilangkan kakinya dan kedua matanya menatap taman yang sangat luas itu. taman yang di bagi menjadi dua, taman bunga dan ada rumah kaca di sebelah kiri serta kolam renang di sebelah kanan. Sedangkan di belakang Haechan terdapat tembok rumah yang amat megah berwarna cokelat krem. Ini belum bagaimana dalamnya rumah bak istana ini dan jangan mengira rumah bak istana itu adalah rumah Haechan. Itu salah. Rumah megah bak istana ini adalah milik CEO muda, yang adalah kakak Haechan bernama Lee Taeyong. Haechan sudah lima tahun ini tinggal di rumah kakaknya itu karena sepi dan Haechan memang membutuhkan suasana sepi, walaupun ia memiliki rasa iri terhadap Taeyong. Namun ini lebih baik daripada ia tinggal di rumah orang tuanya. Melihat ayah membuat hati Haechan sungguh sakit.

"Tuan Haechan, makanannya sudah siap."

"Iya Bi, terima kasih."

Wanita paruh baya itu adalah Bibi Jung. Ia sudah bekerja selama empat puluh tahun di keluarga Haechan. Jadi hanya bibi Jung yang menemani Haechan selama Taeyong tidak ada di rumah. Sebab penyakit traumatic yang diidap oleh Haechan membuat ia tak bisa bergaul dengan orang luar. Haechan selalu ketakutan yang membuat nyari di kepalanya itu kambuh saat bertemu dengan orang asing (orang yang tak Haechan kenal)

Hachan menurunkan kedua kakinya dan segera melangkah masuk ke rumah. Ruangan tv sekaligus ruangan santai yang luas itu sudah menjadi kebiasaan Haechan untuk dijadikan ruang makan baginya. Rumah kakaknya itu memiliki ruangan lengkap di rumahnya, termasuk ruangan untuk makan, tapi Hachan selalu makan di ruangan tv. Haechan duduk bersila di atas karpet bulu dan menyandarkan punggungnya di kaki sofa untuk menunggu makanannya dihidangkan.

"Ini, bibi sudah masak Galbi Tang sup iga." Bibi Jung meletakkan satu mangkok sup ke atas meja beserta semangkok nasi dan segelas air putih di hadapan Haechan

"Terima kasih Bibi Jung." Dengan mata berbinar-binar Haechan menatap semua makanan itu lalu menatap Bibi Jung sambil tersenyum.

"Sama-sama, Tuan. Selamat makan. Bibi ke dapur dulu yah."

Haechan mengangguk. Bibi Jung pun bangkit lalu melangkah menuju dapur.

Haechan segera mendekatkan semangkok nasi itu lebih dekat ke arahnya lalu ia menyendok kuah sup beserta iga itu ke semangkok nasi. Haechan pun menyantap sup hangat itu.

Sambil mengunyah makanannya, Haechan meraih remot tv dan menekan tombol power. Tv yang super tipis itu yang seolah-olah menyatu penuh dengan dinding itu pun perlahan-perlahan menampilkan gambar dan ruangan yang sepi itu tidak lagi sepi. Haechan kembali menyuap makanannya.

"Tolong! Tolong! Tolong! Lepaskan aku, toloooooong!"

Haechan terdiam mematung. Sendok yang ia pegang pun terlepas. Haechan menunduk dan kedua tangannya memegang kepalanya yang nyeri sekali itu.

"TIDAAAAAKKK! TIDAAAAKK! JANGAAAAAAAN!" Haechan berteriak-teriak histeris.

"Tuan Haechan? Tuan Haechan? Ada apa Tuan?" Bi Jung kalang kabut menanangkan Haechan yang semakin berteriak histeris itu.

Bibi Jung segera bergegas menaiki tangga untuk menuju ke kamar Haechan dan segera mengambil sebotol obat penenang untuk tuannya itu.

"AAAAAWW SAKIIIIITT, SAKIIIIIIITT!" Rintih Haechan sambil memukul-mukul kepalanya. Nyeri di kepalanya semakin menyiksa.

LEE HAECHAN  (If she turns your nightmare into a sweet dream)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang