CHAPTER 4

134 49 31
                                    


SELAMAT MEMBACA GUUUYSS  ;]

Seperti biasa, Haechan selalu terbangun dengan sebuah teriakan dan rasa nyeri yang teramat sangat di kepalanya. Sampai-sampai Haechan merasa otaknya akan penuh dengan lobang-lobang karena tiap kali seperti ditusuk-tusuk kala ia teringat dengan hal yang membuatnya trauma atau mendapatkan mimpi buruk. Namun semua itu terasa terobati saat Haechan melihat senyuman perempuan yang ingin menjadi temannya itu. Entahlah mengapa senyuman perempuan itu membuat hati Haechan merasakan kelegaan yang tak pernah ia rasakan.

Dan di rumah kaca inilah perempuan yang bernama Ha Ra itu mengajak Haechan masuk ke rumah kaca yang berdiri di sebelah kiri taman.

"Apakah pintu rumah kacanya tidak pernah terkunci atau Ha Ra sudah membukanya terlebih dulu? Lalu dari mana dia mendapatkan kunci dengan mudahnya?" Haechan melihat Ha Ra membuka pintu kaca dengan santai.

"Yuk." Ha Ra tersenyum dan mengajak Haechan dengan anggukannya.

Haechan mengangguk lalu melangkahkan kakinya mengikuti Ha Ra.

"Waaaaaoooowww indah sekali!" Pekik Ha Ra.

Haechan yang berada di belakang Ha Ra pun menyunggingkan senyuman. Selain ia menyetujui Ha Ra kalau taman yang ada di dalam rumah kaca itu indah, Haechan juga tersenyum karena melihat kebahagiaan perempuan itu.

"Oh kau tersenyum? Kau setuju juga kan kalau ini benar-benar indah." Dengan mata bernar-binar, Ha Ra menoleh ke arah Haechan dan senyumannya semakin lebar.

Seketika itu Haechan segera mengembalikan ekspresi datarnya saat Ha Ra memergokinya sedang tersenyum, walaupun itu hanya tipis.

Ha Ra melangkah kakinya dan memandang kagum bunga-bunga cantik yang ada di sana. Begitu pun dengan Haechan. Haechan mengedarkan pandangannya, ia sangat terpesona dengan keindahan dalam rumah kaca yang luasnya 14x15 itu. tak hanya bunga-bunga kecil saja yang berada di sana seperti : Mugunghwa (1), Seoninjang(2), bentuknya unik-unik, Koseumoseu(3), Paengraengikkot(4) dan berbagai tananama bunga yang lainnya yang tak Haechan tahu, tapi juga ada dua Beotkkot yang tertanam di bagian pojok rumah kaca. Haechan mendekati pohon Beotkkot itu dan menatap bunga-bunga kecil yang berwarna putih itu.

"Buat apa kakakmembuat rumah kaca dan menanam bunga-bunga sebanyak ini kalau ia tak penahmenikmati keindahannya. Sungguh sayang sekali," ujar Haechan tiba-tiba. Iabenar-benar melupakan keberadaan Ha Ra di sana.

"Memangnya kenapa, kau berkata seperti itu?" Tanya Ha Ra.

Tanpa disadari, Haechan membentuk senyuman miring di wajahnya.

"Dia begitu sibuk, sama seperti ayah. Dia kan anak ayah. Bukankah ada pepatah mengatakan kalau buah jatuh tak akan jauh dari pohonnya." Lalu Haechan melangkah keluar dari rumah kaca itu tanpa mempedulikan Ha Ra yang mungkin bingung akan sikapnya. Persetan.

"Tuan Haechan mau sarapan? Bibi ambilkan yah?"

"Aku mau mandi dulu, Bi."

"Oh begitu. Ya sudah nanti setelah Tuan Haechan selesai mandi, Bibi siapkan sarapannya."

"Terima kasih, Bi." Haechan tersenyum tipis lalu kembali melangkah menuju kamarnya.

Haechan menutup pintu kamarnya, melangkah menuju kamar mandi dan ia segera menanggalkan pakaiannya. Guyuran air hangat dari shower membasahi semua tubuh Haechan. Wangi sabun yang kini busa lembutnya menutup semua kulit Haechan membuat ia sejenak rileks. Iya memang benar Haechan bisa rileks walaupun hanya sejenak, pasalnya benaknya kembali memutar ucapan lima menit yang lalu. Bukan hanya ucapannya yang membuat Ha Ra bingung, tapi bayangan buruk di masa lalu pun satu persatu bermunculan di benak Haechan. Haechan sungguh benci. Amat benci.

LEE HAECHAN  (If she turns your nightmare into a sweet dream)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang