CHAPTER 23

40 15 4
                                    


UP LAGI NIH AKU

HAPPY READING GUYS AND DON'T FORGET FOR GIVE ME VOTE OKAY ;]


Tiga minggu, warna hidup Haechan yang semula cerah kini perlahan-lahan memudar. Tak ada tawa dan tak ada senyuman yang terukir di wajahnya lagi. Semangatnya pun kini seperti api pada lilin kecil, berkedip-kedip, tinggal menunggu untuk padam. Semua itu karena Geum Ha Ra. Padahal malam itu, Haechan masih bersama Ha Ra. Gadis itulah yang menenangkannya saat ketakutan menyergap Haechan kerena mimpi buruk itu. Namun mengapa pada hari yang sama, saat Haechan terlelap, Ha Ra tiba-tiba meninggalkannya dengan berpamitan melaui ukiran kata di secarik kertas.

For Haechan.

Haechan, maaf aku harus berpamitan seperti ini. Aku harus pergi, karena tiba-tiba ada urusan mendadak yang tidak bisa aku tunda.

Jaga Kesehatan, jangan pernah berputus asa dan jangan pernah menjadikan masa lalu yang buruk untuk membuatmu kalah di dalam menjalani kehidupan. See you, Lee Haechan.

Dari temanmu

Geum Ha Ra

Haechan hampir hafal semua kata-kata di surat itu dan bahkan ia pun mulai hafal dengan gaya tulisan tangan Ha Ra sebab setiap kerinduan karena gadis itu muncul membuat Haechan membaca surat itu berkali-kali. Bukan hanya kerinduannya yang membuatnya hampir frustrasi, tapi kekasalan karena dirinya sendiri yang juga ikut mendominasi. Yang bisa Haechan lakukan hanyalah menatap sebal ke arah ponselnya yang ia banting di atas tempat tidurnya saat ia menyadari bahwa dirinya lupa tidak meminta nomor ponsel Ha Ra.

"Jika saja aku meminta nomor Ha Ra."

"Jika saja aku memiliki nomor Ha Ra."

"Jika saja Ha Ra tidak meninggalkannya seperti ini."

Dan 'jika, jika, jika' lainnya yang terucap di benak Haechan yang membuatnya justru makin terpuruk.

Samar-samar Haechan mendengar suara pintu yang terbuka lalu tertutup kembali. Sontak saja Haechan segera turun dari tempat tidurnya dan membuka pintu kamarnya sedikit untuk membuat akses untuk matanya mengintip.

Suasana lantai dua itu kosong, tidak ada satu orang pun yang berada di sana. Memang begitu biasanya. Sampai-sampai Haechan merasa rumah kakaknya itu tidak cocok disebut rumah dan cocok disebut dengan kuburan. Kedua mata Haechan menatap dua kamar yang ada di sana dan pintunya dua kamar itu tertutup rapat.

Perlahan-lahan Haecham membuka pintunya dan ia pun melangkah keluar sambil hatinya berharap dengan penuh kalau membuka pintu itu dan masuk ke dalam kamar itu adalah Ha Ra. Haechan melangkah lebar menuju kamar Ha Ra. Ia mengetuk pintu kamar itu dua, tiga kali, tapi tidak ada sahutan terdengar dari dalam kamar itu. Haechan pun memberanikan diri untuk membuka pintu itu secara langsung. Ternyata pintu itu tidak terkunci. Jantung Haechan berdetak cepat, sempat ada keraguan di hatinya karena harapannya. Haechan membuka pintu itu dan ia pun masuk ke kamar itu. Gelap gulita dan tidak ada hawa dingin di sekitar kamar itu. Itu artinya kamar itu masih belum berpenguni dan harapan Haechan hanyalah harapan belaka. Haechan merindukan kehadiran Ha Ra di kamar ini. Ia segera menyalakan lampu dan menjelajahi kamar itu dengan pandangannya. Lalu pandangan itu pun terhenti saat menatap lemari yang ada di kamar itu. Inilah pertama kalinya Haechan membuka lemari itu, lemari yang bukan miliknya, di kamar orang lain pula. Namun kepalang tanggung untuk Haechan menurung niatnya itu. Keinginannya pun sudah memuncak. Haechan menarik satu pintu lemari dan ternyata berhasil terbuka tanpa memutar kuncinya.

Betapa terkejutnya Haechan melihat lemari itu kosong. Tidak ada sehelai pun pakaian Ha Ra di sana, hanya beberapa lipat handuk, kimono dan beberapa seprei di lemari itu. Ketakutan luar biasa menyergap hati Haechan saat itu juga. Ketidakadaan pakaian Ha Ra di lemari itu membuat Haechan menarik kesimpulan yang membuatnya lemas.

LEE HAECHAN  (If she turns your nightmare into a sweet dream)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang