07 - Festival Kembang Api

928 88 13
                                    

Happy Reading ^^

___

"Ahem-ahem." Keisha terkejut dengan dehaman ayahnya yang dibuat-buat itu. Sontak dia melepaskan tangan Kelvin yang dia pegang tadi. Kelvin bangkit dari posisi duduknya.

"Ada apa ini?" Tatapan Pak Harry menyelidik.

"Maaf, Pak. Tadi saya membantu Keisha mungut pecahan gelas dan jari saya tergores oleh pecahan gelasnya, lalu Keisha membantu saya." Kelvin meyakinkan bahwa mereka tidak berbuat aneh-aneh.

"Oh, beneran, kan?" Pak Harry memastikan dan Keisha mengangguk membenarkan.

"Hah kalian ini, ya udah biar Bapak yang ngeberesin. Keisha ajak Kelvin masuk rumah aja." Perintah Ayahnya.

"Iya, Yah. Yuk Vin!" Kelvin mengambil tas ranselnya dan berjalan mengikuti langkah Keisha.

Mereka sampai di ruang keluarga, Keisha mengajaknya ke sana karena di ruang tamu lumayan berisik suara-suara dari luar.

"Kamu duduk dulu aja, aku ambilin plester." Keisha pergi mengambil kotak obatnya lalu kambali ke ruang televisi.

Keisha meletakkan kotak obatnya di atas meja dan dia duduk di atas sofa sebelah Kelvin, sofa depan televisi lumayan panjang dan lebar.

"Tanganmu!" Kelvin langsung mengacungkan jari telunjuk sebelah kanannya saat Keisha berucap.

Keisha membuka kotak obatnya dan mengeluarkan sebuah plester, membukanya lalu membalutkan ke jari Kelvin.

"Nah udah beres. Maaf ya udah bikin kamu gini." Ucap Keisha kemudian. Sejak tadi Kelvin hanya diam menerima perlakuan Keisha. Mungkin Kelvin sulit untuk berkata-kata.

"Gak masalah, ini juga luka ringan doang." Akhirnya Kelvin membuka suara.

Keisha teringat dengan luka di lengan kiri Kelvin. Luka apa yang dia alami sehingga sampai berdarah seperti itu? Keisha ingin menanyakan tapi ragu. Keisha tidak ingin bertanya namun penasaran.

"Vin, luka di lenganmu waktu itu kenapa?" Akhirnya Keisha menanyakan.

"Gak pa-pa kok." Jawab Kelvin singkat.

"Tapi aku mau liat."

"Gak usah."

"Biar aku liat." Keisha meraih tangan kiri Kelvin.

"Gue bilang gak usah ya gak usah." Bentak Kelvin dan menepis kasar tangan Keisha.

Keisha terkejut dengan bentakan Kelvin. Hatinya mencelos. Sedangkan Kelvin hanya menatapnya tajam, seperti tidak ada penyesalan telah membentak gadis di depannya itu.

"A-aku akan mengembalikan kotak obatnya dulu." Keisha buru-buru pergi ke bekalang.

Keisha terisak kecil di dapur rumahnya. Entah kenapa meski sering dibentak Kelvin, dia bukannya terbiasa tapi malah semakin merasa sakit. Mungkin salahnya juga terlalu ingin tahu urusan dia. Keisha hanyalah pelayan untuknya. Tidak lebih dari itu.

Sementara Kelvin menyandarkan tubuhnya pada sofa besar itu. Dilihatnya jari telunjuk yang kini telah terpasang plester berwarna cream. Dia menghela napas kasar, tidak seharusnya dia membentak seorang gadis yang peduli padanya. Tapi gadis itu memang keras kepala dan terlalu ingin tahu urusannya.

Tiba-tiba rasa kantuk menyerang Kelvin. Dia merebahkan tubuhnya pada sofa besar yang ada di depan televisi itu. Nyaman, itulah yang berada di benaknya. Sedetik kemudian kedua matanya terpejam. Kemudian dia terlelap di atas sofa itu.

Di luar turun hujan, Keisha berlari ke halaman belakang untuk mengambil jemuran. Diletakkannya jemuran pada ruangan sebelah dapur yang memang biasa digunakan untuk menaruh jemuran. Dia kembali ke ruang televisi, dia meninggalkan Kelvin cukup lama. Keisha terkesiap melihat Kelvin yang berbaring di atas sofa dengan mata terpejam.

Keisha for KelvinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang