18 | know no better

9.1K 1.2K 131
                                    




18 | know no better



Entah sudah pukul berapa ketika akhirnya Regina sadar sudah berada di kamar Ismail, yang tanpa membuka mata pun bisa dia kenali berdasarkan wangi tembakau yang dari base note wewangian sang cowok yang suka disemprot berlebihan.

Tapi, sang pemilik kamar tidak ada di sisinya. Dia sendirian di tempat tidur.

Regina ingat, terakhir kali sadar, dia sedang di bar dekat kantor yang dipilih random untuk melepas penat, dengan segelas cocktail favorit di tangan. Setelah dia dan Ismail masing-masing menghabiskan gelas pertama, pacarnya itu sempat mengajak turun ke dance floor, tapi dia menolak karena nggak mood.

Tidak lama kemudian, dia membiarkan Mail pergi sendiri sementara dia permisi ke kamar kecil. Lalu tahu-tahu sekarang dia sudah di kasur Ismail.

"Kebangun? Masih mual? Ada yang sakit?"

Mendengar suara itu, Regina refleks mencari-cari dalam keremangan dan menemukan sang sumber suara duduk di kursi dekat jendela yang dibuka.

Setelah mematikan rokoknya, cowok itu bangkit berdiri, berjalan menghampiri ranjang.

Regina menggeleng untuk menjawab pertanyaan sebelumnya. Dalam hati merasa sungkan. 

Baru juga kenal beberapa minggu, belum lama pacaran, tapi dirinya sudah bikin tragedi. Nggak ada jaim-jaimnya. Padahal, sebagai yang tiga tahun lebih tua, harusnya dia yang ngemong Ismail, bukan sebaliknya.

"Aku ngerepotin banget, ya? Sorry, yaa .... Malu banget sumpah. Kayak masih bocah aja, nggak becus urus diri sendiri."

"Lah?" Mail tersenyum geli melihat Regina menciut di hadapannya. "Malu kenapa, sih?"

"Kamu pernah teler dan muntah depan pacar?"

"Enggak." Mail menjawab jujur. "Aku selalu ganteng dan presentable."

Muka Regina kontan berubah seratus delapan puluh derajat.

Salah besar ngomong serius ke Mail. Ujung-ujungnya pasti diledekin.

Sementara itu, melihat muka pacarnya makin nggak enak dilihat, dengan gemas Mail kemudian memeluknya erat. 

"Lucu banget sih kamu. Lama-lama mirip Sabrina tau nggak? Yakin ini umur 24? Bukan 17?" Mail mengacak-acak belakang kepala Regina sambil mesam-mesem sendiri. Jarang-jarang dia pacaran dengan yang lebih tua. Tapi ternyata, berapapun umurnya, cewek-cewek tetap punya sisi menggemaskan saat lagi sama pacar. "Santuy, Rei. Kamu tadi muntahnya aesthetic, kok. Tetep cakep. Sayangnya aku nggak kepikiran mau videoin, jadi nggak punya buktinya. Terus Alhamdulillah, badan kamu enteng juga. Jadi nggak ngerepotin sama sekali."

Regina cemberut. Mana ada muntah aesthetic? "Aku udah ketiduran lama?"

Mail menggeleng. "Aku baru banget kelar mandi dan nurunin pakaian kotor."

Regina melirik tubuhnya sekilas dan mendapati pakaian yang tadi dia kenakan telah berganti dengan kaos oblong Ismail. "Astagaaa, kamu cuciin baju aku juga?"

"It's okay. Kan nyucinya sekalian sama punyaku. Lagian ... maybe once in a lifetime, I have to do it for my wife in the future." Mail meringis. "Anggep aja latihan."

Regina nggak punya energi untuk menjawab.

"And it'll be perfect if she is you."

Gimana Regina nggak menyublim kalau pacarnya ini soft sekaligus too hot tot chill??

Wrongful Encounter [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang