1,5k words dulu, besok diusahain update lagi sesuai jadwalnya.
~
Pulang dari Penida, begitu pintu dibuka, bau makanan langsung tercium dari arah kolam.
Sejarah!
Zane—yang beberapa saat sebelumnya menanyakan pukul berapa teman-temannya akan tiba di rumah—sedang membolak-balik daging, aneka seafood, jagung manis, dan sayur mayur di atas barbeque grill di depan gazebo. Padahal, Sabrina berani jamin kalau daya ingatnya nggak perlu diragukan, anak sultan satu itu nggak pernah sekali pun menggunakan tangan sendiri untuk merebus mie instant selama dua minggu mereka tinggal bersama!
Tentu, cowok itu tidak melakukan semua pekerjaannya sendiri, karena tidak jauh di sebelahnya ada cewek yang sekali lihat saja sudah membuat Sabrina pengen ngumpet di ketek Bimo saking insecure.
Tampang cakep, checked.
Bodi kayak Barbara Palvin, checked.
Kulit bening, glowing, pori-pori rapet, bibir nggak pecah-pecah, checked.
Kuku lentik, suara merdu, penampilan chic abis, checked.
Dan lain-lain, dan lain-lain, yang kalau disebutkan satu per satu nggak bakal ada habisnya, dan malah bikin self-esteem Sabrina terjun bebas dari sunset point Uluwatu, nyebur ke lautan, lalu mampus dimakan paus.
Sudah gitu, masih mending kalau attitude-nya jelek, jadi bisa dinyinyirin di belakang. Masalahnya, yang namanya Rachel-Rachel ini tuh dua belas sama Regina. Kalem, sopan-santun, perhatian. Luwes sekali bergaul dengan orang-orang yang baru dikenal.
Sudah jelas, dihadapkan pada cewek-cewek high class begini membuat Sabrina langsung tertampar, ingat kalau dia dekil, misqueen, nggak punya akhlak pula—masih jadi misteri mengapa Bimo bisa terpikat padanya.
Berdiri sendiri sudah sempurna, berdiri berdampingan dengan Zane ... what a perfect combo! Sabrina pengen nggak mengakui kalau dia julid setengah mampus, tapi apa daya ....
"Tapi kok nggak kayak pacaran, ya?" Setelah cukup lama menahan diri, ABG itu akhirnya menyenggol sang pacar, saat akhirnya mereka berdua geser dari gazebo ke dapur, terpisah dari yang lain. Sabrina sedang cuci-cuci piring kotor, sementara Bimo mengobok-obok kulkas, mencari lemon untuk menghilangkan bau bawang putih di mulut.
Ocehan Sabrina barusan bukannya tanpa dasar.
Pasangan yang sedang diomongin ini memang agak aneh gelagatnya. Bagaikan bumi dan langit kalau dibandingkan dengan clingy-nya Sabrina-Bimo dan Regina-Mail. Bahkan dengan yang rada alim dan hampir nggak pernah kelihatan mesra kayak Mbak Iis-Mas Linggar pun masih tampak berbeda jauh.
Rachel dan Zane tuh ... terlalu jaim? Sabrina bahkan nggak menemukan kosa kata yang tepat untuk menggambarkan keanehan mereka.
Apa sultan memang pacarannnya beda sama rakyat jelata?
"Mungkin emang bukan, kali." Bimo yang nggak terlalu peduli urusan percintaan temannya menyahut dengan suara kecil, takut kedengaran yang lain.
Sembari meladeni Sabrina ngobrol nggak penting selama beberapa saat berikutnya, dengan cekatan dia membuat es lemon di dalam satu ceret kecil, dibantu Gusti yang nimbrung tidak lama kemudian.
"Kenal?" Sabrina ganti menanyai Gusti yang kayaknya dibanding mereka semua adalah yang paling dekat dengan Zane.
Gusti menggeleng. Dia mungkin bisa ngobrol banyak hal dengan sohibnya itu, tapi nggak termasuk soal cewek—mungkin karena Zane mencoba menghargai perasaannya yang jomblo dari lahir.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wrongful Encounter [COMPLETED]
Ficción General"Iis daripada ngekos sendiri, tinggal bareng kita aja, gimana?" Mendengar tawaran Bimo yang terdengar tercela itu, semua kepala kontan menoleh. "Dan jadi babu kalian, gitu? Thanks, but no thanks." Cewek berbudi luhur itu menggeleng, masih sempat-sem...