"Oh, ya udah. Oke." Dengan mudahnya, Bimo mengoper pacarnya ke Zane.
Zane bengong.
Sebenarnya hubungan mereka itu gimana, sih? Sudah susah-susah bawa pacar ke Bali, bukannya memanfaatkan momen sebaik mungkin supaya bisa bareng ke mana-mana, ini si cowok dengan pasrahnya malah iya-iya saja membiarkan pacarnya meminta pindah ke mobil Zane!
Dan kemudian tanpa menunggu dipersilakan, Sabrina sudah masuk duluan dan duduk di jok belakang, membuat Zane melongo dua kali.
"Udah bilang Mbak Iis?" Zane menanyai, ikut-ikutan pasrah.
Sabrina malah pasang tampang bego. "Kenapa harus? Ini mobil lo, kan?"
Ya Mbak Iis kan sengaja minta Agus yang semobil sama Bimo biar dia bisa sama gue dan jauh-jauh dari elo, Oneeeng! Zane ingin berteriak di depan mukanya, tapi apa daya, dia bukan tukang adu domba.
Benar saja, Iis yang nggak tahu apa-apa karena sibuk foto-foto sama Regina langsung tampak bingung dan tidak senang saat membuka pintu di sebelah Zane dan mendapati Sabrina sudah ada di dalam.
Ada jeda beberapa saat setelah dia membuka pintu hingga kemudian mendudukkan bokongnya di jok. "Pindah ke sini, Sab?" tanyanya retoris. Mukanya datar banget, sama sekali nggak jago menutupi perasaan.
"Hooh." Yang ditanya juga nggak peka.
Suasana canggung begitu terasa sepanjang jalan dari parkiran rumah makan ke tempat yang dituju. Iis yang tadinya bawel, jadi diam seribu bahasa, membiarkan Sabrina mengambil alih semua topik obrolan, yang kemudian didominasi sahutan ala kadarnya oleh Zane, sampai ketika melewati turunan tajam yang membuat ketiganya diam dan fokus memperhatikan jalan.
"Pake gigi rendah biar remnya nggak cepet panas," Zane memberitahu Sabrina.
Sabrina mengangguk mengiyakan, tampak excited, bertolak belakang dengan Iis yang membatu sambil merapalkan doa di tempat duduknya.
"Kita tukeran tempat di mana, nih?"
"Nunggu agak landai."
Sekali lagi, ketiganya diam ketika melewati tanjakan curam. Yang pertama berhasil lolos sekali percobaan, yang kedua dan lebih curam, butuh dua kali.
Zane menjelaskan perbedaan mode 4H dan 4L ke Sabrina sebelum kemudian bermaksud bertukar posisi karena sudah memasuki area yang dirasa aman: jalannya cukup lebar, berkelok-kelok tapi tidak terlalu naik turun.
Iis yang baru ngeh, segera menghentikan Sabrina sebelum beranjak sedikitpun dari tempat semula.
Gila aja Sabrina mau menyetir di tempat curam begini? Mending kalau ban mereka cuma terbenam di pasir. Kalau terguling gimana?
Iis nggak benci off-road, tapi kalau Sabrina yang menyetir, lain cerita. "Gue turun di sini aja!"
Sabrina melongo. "Apaan sih, Mbak?"
"It's okay. She can handle it." Zane segera menengahi.
Tapi Iis keukeuh. "Terserah. Tapi gue mau turun."
"Ya masa lo mau ditinggal sendirian di sini?"
"Don't worry. I'll take care of myself."
Asli, Zane pusing banget kalau sudah ada di tengah drama cewek-cewek begini.
Emang bangsat bener teman-temannya! Bisa-bisanya Zane baru sadar telah dijebak menjadi pengasuh duo cewek paling menyebalkan semuka bumi sementara mereka semua sedang bersenang-senang!
KAMU SEDANG MEMBACA
Wrongful Encounter [COMPLETED]
General Fiction"Iis daripada ngekos sendiri, tinggal bareng kita aja, gimana?" Mendengar tawaran Bimo yang terdengar tercela itu, semua kepala kontan menoleh. "Dan jadi babu kalian, gitu? Thanks, but no thanks." Cewek berbudi luhur itu menggeleng, masih sempat-sem...