33 | got all dressed up tho choose chaos

10K 1.4K 129
                                    


"Bim, pernah ke tempat pijit plus-plus?"

Pertanyaan Sabrina di pagi yang kelewat cerah itu bikin seisi meja makan membatu.

Ditinggal Iis, agaknya jiwa-jiwa brutal Sabrina makin membabi buta. Sejak pagi, ada aja topik sensitif yang dia ributkan. Gobloknya, Bimo sabar saja meladeni, membuat penghuni lain cuma bisa pura-pura budek dengan muka dan kuping merah menahan malu.

Sekarang, sambil sibuk sarapan rada fancy karena menunya dipesan Zane dari sebuah hotel bintang lima—yogurt, telur-teluran dan smoked salmon, salad, french toast, dan teh yang wanginya kayak surga—lagi-lagi kelakuan ABG itu membuat para cowok tercengang: scrolling akun Instagram sebuah tempat pijat khusus pria.

Bimo praktis menghentikan aktivitas mengunyahnya, sementara Gusti-Ismail-Zane saling lirik diam-diam.

Seolah bisa membaca ekspresi Gusti, Sabrina memicingkan mata. Fokusnya teralih sepenuhnya dari Bimo.

"Elo juga pernah, Mas? Wooow ... didn't expect that." Mata cewek itu berbinar-binar.

Emang ya, zaman sekarang cowok berduit tapi alim tuh agaknya cuma mitos.

Paling banter, Mas Gusti ini nggak mau pacaran biar nggak ribet aja. Toh, masih banyak cara yang lebih simple untuk sekadar memenuhi kesenangan duniawi. Jadi nggak pacarannya bukan karena alim beneran.

"Perasaan gue belum ngomong apa-apa deh." Gusti manyun.

Sabrina menukas, "Tapi muka lo udah menjelaskan semuanya, jadi nggak ngomong pun udah ketebak."

Yang lain segera mengunyah lagi dengan lebih cepat. Biar bisa terhindar dari mara bahaya.

Tapi tidak semudah itu, karena tentu saja Sabrina masih belum capek mengorek-ngorek aib orang.

"Di mana, Mas? Keren nggak tempatnya? Sorry, gue bukan menginterogasi, tapi murni kepo. Nggak nyangka aja, dalam negeri ada tempat pijit plus-plus yang terang-terangan nunjukin jati diri kayak gini. Kalau di Jakarta kan setau gue medsosnya adem-adem aja, seragam karyawannya juga sopan-sopan. Apa karena ini di Bali, jadi lebih santuy? Atau ... gue aja yang kuper?" Dia lalu menunjukkan apa yang sedang dia lihat ke Gusti.

Gusti menelan ludah, menolak melihat ponsel Sabrina lebih dari sedetik, soalnya enggak baik buat kesehatan jiwa. "Enggak tahu gue Sab, gue juga kuper. Kalau butuh info yang gitu-gitu, ke Ismail sama Zane noh."

"Jangan bawa-bawa gue. Gue anak rumahan." Zane ikut membantah, membuat Gusti melempar pandangan jijik.

"Anak rumahan Senin sampe Jumat. Weekend mah enggak." Ismail menimpali seraya berdecih pelan.

Bukannya Ismail bangga dengan dosa-dosanya. Tapi Zane ini munafik banget. Padahal, Mail berani jamin, jauh sebelum Mail rusak, Zane udah rusak duluan.

"Coba lo absen aja, tempat mana yang belom dia samperin di Thailand? Nggak ada!"

"Wow." Anehnya, Sabrina malah terkesima.

Mau gimana lagi, Sabrina emang belum pernah ke Thailand—atau negara lain manapun—karena duit jajannya limited. Paspor aja baru bikin, karena kakaknya janji akan mengajak ke Tokyo Disneysea sebelum kalender akademik kembali aktif bulan depan. Dan nggak perlu julid karena di umur segini Sabrina baru akan pertama kali ke theme park, soalnya masa kecil Sabrina emang jauh lebih miskin lagi dibanding yang sekarang. "Ceritain dong, tempatnya kayak gimana?"

"Ya kayak tempat pijat biasa." Zane terpaksa menjawab.

"Gue nggak pernah ke tempat pijit khusus pria, jadi mana paham?" Sabrina emosi.

Wrongful Encounter [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang