15 | climate change
Meski Gusti sering sinis pada Ismail, sesungguhnya Mail nggak buruk-buruk amat; sebagai teman dan sebagai umat manusia.
Mail punya rekor cinlok hampir di mana pun dia berada. Tapi hal itu nggak membuat kinerjanya buruk.
Biar tampangnya nggak meyakinkan begitu, Mail ngerti yang namanya profesional. Bahkan, di BEM yang nggak digaji tapi sering dicaci-maki itu pun dia bisa membawa diri, meski pacar dan mantan-mantannya banyak juga yang jadi anggota BEM—bahkan jadi anggota di kementeriannya.
Hebatnya, mantan-mantan Mail tuh bisa akur berteman. Hubungan Mail dengan mereka semua juga terjalin baik pasca putus. Jadi, kalau suatu ketika Mail memutuskan nikah dan poligami, terus bini-bininya akur semua, Gusti nggak akan heran.
Regina, on the other hand, punya profesionalitas yang sama—atau bahkan lebih baik.
Saat di kantor, Gusti perhatikan dari mejanya, dua orang itu seolah nggak punya hubungan apa-apa.
Regina nggak memperlakukan Mail berbeda dengan Gusti. Garis mukanya cuek saja saat mengintruksikan ini itu, dan Mail juga memperlihatkan tampang anak magang biasa yang super segan pada mentornya.
Padahal, malam sebelumnya mereka bikin paduan suara aah-uuh-aah-uuh di kamar pojok, yang bikin Gusti gerah sendiri saat nggak sengaja mendengar ketika dia ke kamar Zane untuk pinjam flashdisk.
Keren, sih. Tapi ... Gusti merasa dunia sedikit tidak adil padanya.
Kayaknya jalan Mail mulus banget gitu mau ngapa-ngapain juga.
"Gus, doyan bebek?"
"Hah?" Gusti yang nggak memperhatikan kontan gelagapaIsmain mendengar namanya disebut-sebut, langsung menoleh kanan-kiri mencari sumber suara. Mendapati Regina yang menanyainya dari seberang ruangan. Sementara Mail yang tadi sempat duduk tidak jauh darinya bersama Mbak Indira—orang marketing—sudah menghilang entah ke mana.
"Kalau doyan bebek, gue pesenin sekalian buat makan siang. Kalau enggak, boleh request menu yang lain." Menyadari Gusti lagi nggak nyambung, Regina mengulangi ucapannya. "Gue traktir."
"Oh." Senyum terbit di muka Gusti. "Ya doyan lah, Rei. Eh, Mbak."
Regina tertawa pelan dan geleng-geleng kepala melihat anak magangnya panik dan sibuk menoleh sekeliling, memastikan nggak ada yang memperhatikan. "Oke ...."
Dan kemudian, jam kerja berlalu begitu saja. Regina ikut menghilang dari situ, hingga di jam makan siang mereka bertemu lagi di rooftop untuk makan bersama dengan yang lainnya juga.
~
Mas Herlambang ikut menghilang selewat jam makan siang, membebaskan Gusti dari semua tugas.
Daripada kelihatan gabut oleh staf lainnya, Gusti kabur ke cafetaria sambil nyicil-nyicil lanjut menggarap project yang dua minggu ini lebih ini telah dia kerjakan.
Cafetaria ini bisa dibilang tempat escape paling aman dan nyaman karena staf kantor jarang ada yang ke sana. Juga protein shake-nya Risma, barista shift pagi, lumayan enak.
Minusnya cuma satu. Risma yang terbilang akrab dengan Gusti ketimbang staf lain di tempat itu, rada-rada sensi tiap kali melihatnya.
Dia kira, Agus lagi PDKT padanya. Padahal mah ogah!
![](https://img.wattpad.com/cover/248715093-288-k516499.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Wrongful Encounter [COMPLETED]
Fiction générale"Iis daripada ngekos sendiri, tinggal bareng kita aja, gimana?" Mendengar tawaran Bimo yang terdengar tercela itu, semua kepala kontan menoleh. "Dan jadi babu kalian, gitu? Thanks, but no thanks." Cewek berbudi luhur itu menggeleng, masih sempat-sem...