9 | petuah bapak

10.7K 1.7K 181
                                    

Setelah nyaris tidak bisa tidur semalaman, Sabrina jadi nggak enak badan. Bangun-bangun kayak kena vertigo. Badan enteng sekali, sampai-sampai rasanya seerti setengah melayang meski jelas-jelas sepasang kakinya masih menapak lantai marmer.

Nggak main-main memang damage melihat pemandangan tidak senonoh bagi perkembangan otak anak di bawah umur seperti dirinya. Bahaya!

Bahkan, boro-boro sempat melihat! Sabrina kan cuma mendengar sedikit, dan tau-tau imajinasinya sudah melanglang buana! Andai tidak ada dinding kaca dan tanaman pisang-pisangan yang menyelamatkan sepasang matanya, mungkin Sabrina sekarang sudah mengantre di psikiater, menunggu divonis PTSD!

"Kenapa lo? Sakit? Kecapekan gara-gara kemarin kabanyakan main? Mau dibikinin teh? Apa susu?" Berondongan pertanyaan dari Gusti ketika dia turun ke dapur membuat Sabrina terhenyak dari renungannya, kemudian menyeret kursi makan terdekat dan duduk lunglai di sana.

"Tolong gantian bikinin gue minum yang anget-anget, dong, Mas." Cewek itu merepet manja. Nggak ada sungkan-sungkannya, kayak ke abang sendiri. Melipat kedua tangan di atas meja, lalu menangkupkan mukanya.

Asli, nyut-nyut di kepalanya terasa banget.

Gila emang Ismail bin Mail! Berbuat dosa di area publik, bikin saksi mata jadi meriang aja!

"Susu putih aja, ya. Sekalian buat sarapan sereal." Gusti membuat keputusan, dan Sabrina kemudian mengangguk-angguk setuju tanpa mengangkat wajah. Dalam hati masih sibuk menyumpah-nyumpah, awas saja nanti kalau si Mail turun, Sabrina pasti akan bejek-bejek mukanya!

"Ada kopi apaan aja, Gus?"

Dang!

Mendengar suara berat yang sejak semalam jadi tokoh antagonis di kepalanya itu, Sabrina kontan mengangkat kepala dan melotot.

Tapi belum sempat dia mengucap sepatah kata pun, sang cowok sudah menoleh ke arahnya duluan, dan bertanya, "Tumben lesu, Cil? Kecapekan main?"

Sialan nggak tuh?

Pertama, Sabrina sudah cukup sebal karena Mail sok-sokan kompak dengan Gusti, memperlakukannya kayak balita. Kecapekan main, katanya?

Kedua ... Mail sedang bertelanjang dada sekarang, hanya melapisi tubuhnya dengan selembar celana pendek pantai.

Memampangkan dada, perut, dan lengannya yang agak kurus tapi berotot.

Darah Sabrina langsung berdesir.

Tanpa bisa dia cegah, otaknya langsung memvisualisasikan kembali adegan ketika tadi malam tubuh itu bergumul dengan tubuh Mbak Regina yang pastinya nggak kalah bagus dan seksi. Di ruang terbuka, di bawah bintang dan angin malam. Mail merengkuh Mbak Regina untuk menghalau dingin, untuk menghangatkannya. Seiring suasana menjadi lebih intim, sentuhan Mail menjalar ke mana-mana. Menyentuh bagian-bagian yang membuat sang wanita merasa dicinta. Lalu Mail membungkam mulutnya dengan ciuman panas supaya tidak bersuara.

Tapi sayang, Sabrina yang kebetulan berada di tempat dan waktu yang salah, terlanjur mendengarnya. Sangat jelas di telinga. Terus terngiang-ngiang biarpun sudah setengah mati berusaha tidak dia gubris.

Dan sekarang, setelah apa yang dia bayangkan diam-diam, tanpa bisa dicegah pandangan Sabrina turun dari otot perut Mail ke bagian di bawahnya.

Mendadak, pandangan Sabrina terasa gelap.


~


Sabrina nggak pingsan.

Justru lebih buruk lagi.

Kalau dia pingsan, mungkin akan lebih mudah karena dia tidak harus berhadapan dengan Mail yang mendadak terlihat menakutkan di matanya. Sayangnya, yang terjadi adalah ... dengan kesadaran setengah hilang, dia terjungkal dari kursi yang dia duduki.

Wrongful Encounter [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang