16 | what the heck!

10K 1.4K 149
                                    




16 | what the heck



Pulang kerja hari Jumat, Sabrina diajak Bimo ke Jimbaran.

Ayah Bimo, yang beberapa tahun belakangan dinas di Singkawang dan jarang ketemu anaknya, kebetulan sedang ada acara di Lombok sejak Rabu kemarin. Ingat Bimo lagi di Bali, beliau memutuskan mampir sebelum terbang pulang.

Mengetahui bapaknya mau enak-enak liburan nggak ngajak-ngajak, Ibu dan adik-adiknya memutuskan menyusul. Baru saja mengabari Bimo bahwa rombongan beliau belum lama tiba di hotel.

Lalu , apakah Sabrina nervous mau ketemu camer? Nggak, lah.

Biarpun sering ngoceh kalau Rachel dan Regina bikin dia insecure, dalam hati Sabrina nggak serapuh itu. 

Dia nggak memandang orang dari penampakan luar dan timbunan harta dunianya. Malah, kalau ada orang yang begitu, memandang rendah dirinya hanya karena miskin, Sabrina yang duluan ilfeel.

Nggak pandang bulu.

Bahkan seandainya—amit-amit—keluarga Bimo yang seperti itu, dia nggak akan segan-segan balik badan dengan punggung tegak, kepala terangkat. Gimanapun juga, secakep dan sebaik apapun pacarnya, nggak akan membuatnya menyesal dilahirkan di keluarga yang nggak selevel dalam status sosial.

Dan terbukti, kepercayaan diri Sabrina berbuah manis.

Setidaknya, terlepas dari isi hati siapa yang tahu, dia bisa ber-positive thinking menganggap sang tante punya impresi yang baik tentangnya, karena sejauh acara makan malam berlangsung, dia nggak merasa dipersulit.

"Lho Sabrina ternyata seumuran sama Liya?" Tante Dewi, Ibunya Bimo, langsung kaget sewaktu Sabrina menyebut angkatan kuliah dan tahun kelahirannya saat ditanya.

Beliau lalu melirik anak keduanya, adik Bimo, yang duduk tidak jauh darinya, sedang sibuk makan salad buah. Kebetulan mereka sudah selesai makan dan lagi ngobrol santai.

Liya yang dari tadi memanggilnya 'Mbak' dan sedang jadi bahan omongan mereka itu masih kelas sebelas saat ini. Sabrina kebetulan masuk kuliah dengan usia dua tahun lebih muda dari mayoritas teman-teman angkatannya karena mengambil akselerasi saat SMP dan SMA. Tapi nggak sedikit juga yang seperti dirinya. Bahkan yang lebih muda dan mengambil jurusan yang passing grade-nya lebih tinggi juga ada.

"Tau tuh, susah-susah bayarin di sekolah bagus, malah nggak masuk aksel." Bimo mencibir adiknya.

"Elo kan reguler juga, Bamb—" Liya batal mengatai masnya karena keburu dipelototi si ayah.

"Gue mah pantes, dimasukin ke SMA pelosok yang emang nggak ada kelas akselnya." Bimo lanjut membela diri.

"Ih, sebenernya masalahnya bukan itu." Liya yang kayaknya punya otak lebih maju dari abangnya lalu menyipitkan mata. "Maksudnya Ibu tuh, Abang bisa-bisanya macarin cewek underage?! Ckckck."

Sabrina menelan ludah.

Sudah siap kalau nanti dia dikasih instruksi untuk tidur sekamar sama Liya.

Tapi sampai bubar, ternyata dia hanya diberi wejangan supaya pinter-pinter jaga diri karena masa depan masih panjang.


~


Wrongful Encounter [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang