2 ● Berisik

403 37 0
                                    

Azumi tidak tahu apa yang akan dia lakukan setelah dari luar rumah tadi. Disnilah ia sekarang berbaring di kasur memandang langit dan menjadikan dua tangannya menjadi tumpuan... Dirinya selalu memikirkan kejadian di hutan dan pada saat menabrak orang yang sama

"Menyebalkan" pikirnya. Karena tidak bisa tenang di rumah, ia memutuskan untuk berjalan-jalan di pasar melihat orang-orang muai membangun kedai nya. Setelah memakai riasan sedikit dan menguncir rambutnya bentuk cepolan ia melangkahkan kakinya keluar kamar. Diruang tamu ia dipanggil oleh ayahnya yang memang sedang duduk disana.

"Azumi" panggil ayahnya dengan suara berat.

"Eh iya ayah," jawab Azumi gugup.

"Kapan kau akan menikah ?" Tanya Ayahnya tanpa basa-basi yang langsung menyentakan hati Azumi.

"Ehh, aku belum memikirkan tentang itu, ayah"

"Kau tahu kami bisa menjodohkanmu jika kau belum ada" sambut ibunya yang tadi di dapur sekarang sudah ikut obrolan Azumi dengan ayahnya.

"Aku bisa mencari sendiri ibu, jangan khawatir" Azumi menunjukan senyumnya, sungguh ia sangat menghormati kedua orang tuanya.

"Baiklah, namun jika belum ada,kami yang akan terpaksa menjodohkanmu dengan pilihan kami." sambut ayahnya tegas 

"Ba-ik ayah, aku pergi dulu" Azumi segera berangkat. Sungguh pertanyaan yang sangat menjebak, ia belum mempersiapkan jawaban. Ia yang tadinya ingin refreshing malah kembali disibukan dengan perintah ayahnya. Ia sama sekali belum tahu menahu dengan cinta, hanya ia sudah pernah bersahabat sangat dekat dengan satu laki-laki. Berbeda dengan adiknya yang bahkan sudah mempunyai idola. Lantas bagaimana jika ia belum menemukan dan ayahnya sudah menjodohkannya. Akumi menggeleng kepala dan berlanjut jalan mencari kedai bagus, ia rasa ia akan memikirkannya di rumah. 

Ia melihat ada kedai yang sangat penuh dengan antrian dan banyak orang berkumpul, ia sebenarnya malas jika antriannya sepanjang itu, namun ia sangat penasaran makanan/minuman apakah yang dijual sehingga sangat laris. Agar pulang ke rumah tidak terlalu cepat ia terpaksa mengantri, ia tidak ingin cepat bertemu ayahnya lagi, ia merasa canggung.

Sudah 1,5 jam ia mengantri dan sekarang lah gilirannya. Ia bersemi melihat ternyata yang dijual adalah makanan berbentuk tiga bulatan berwarna warni yang disatukan dengan tusukan.

"Maaf pak, kalau boleh tahu ini namanya apa ya pak?" tanya Azumi sopan pada penjual itu

"Ini namanya dango dek,"

"baiklah pak, saya beli 5 tusuk ya"

"Wah, maaf dek, dango nya hanya tersisa 2 tusuk, itupun adek yang menjadi pembeli terakhir karena sejak tadi banyak sekali yang mengantri." Sahut penjual mukanya agak sedih

"Oh tak apa-apa pak, kalau begitu saya beli 2 tusuk ya" Azumi berpikir wajar juga, dari tadi ia menganntri kurang lebih 1,5 jam pantas saja ia kehabisan. Setelah dibungkus dan membayar kepada penjual Azumi ingin mencari tempat duduk, Namun sangat banyak orang yang duduk disana. Ada yang berenam, ada yang berdua dengan pasangannya ada yang berempat dengan keluarganya. Azumi menghela napas, ia tidak ingin makan di rumah. Saat matanya sedang mencari tempat duduk, Azumi melihat ada anak kecil yang sedang ditenangkan oleh ibunya di depan kasir penjual dango itu.

"Mama, aku ingin dango itu  !" sambil menangis

"Besok ya nak, kata bapak penjual dango nya sudah habis, besok kita akan datang lebih cepat ya"

"Tapi ma––" anak itu berhenti dengan mulut cemberut.

"Tidak apa-apa kan sayang ?" Ibunya membelai rambut anak perempuan itu

"Baiklah " dengan hati tak rela

"Apa kau mau dango punyaku ?" 

Anak itu terkejut, ia mendongakkan kepalanya dan menemukan wanita yang adalah Azumi menyodorkan belanjaannya pada dia. Sang ibu dan penjual itupun kaget.

"Eh tak usah tak apa apa nak––"

"MAU !!!" Belum sempat sang ibu menjawab dipotong oleh teriak kegirangan sang anak.

Azumi yang melihat itu kegirangan lalu ia menoleh pada ibu itu. "Tidak apa-apa bu, lagian aku juga sudah memakan ini kemarin" bohong Azumi.

"Eh tak apa kah ?" Ibu memastikannya.

Azumi mengangguk pelan dan memberikannya pada anak tersebut. Sang ibu dan penjual merasa tersenyum.

"Terimakasih ya, Biwako, bilang apa pada kakak itu ?" Ibu tersenyum seraya mengingatkan anaknya.

"Terimakasih kak" seraya membungkukan badan. "Kalau begitu, kami pergi dulu ya, terimakasih sekali lagi" Kata sang ibu. Dalam perjalanan masih bisa didengar Azumi anak perempuan itu berteriak kegirangan.

Yah, 1,5 jam tidak seberapa dibanding kebahagiaan anak itu. Azumi menundukan kepala pada sang penjual dango yang masih tersenyum padanya.

Tak disangka tindakannya telah mencuri perhatian 6 orang yang sedang makan disana. Azumi ingin melangkahkan kakinya pulang namun ia merasa ada yang memanggilnya.

"Hei !!" teriak laki-laki dari meja berenam itu. Azumi yang takut salah sangka menunjuk dirinya

"Iya kamu, kemari !" Azumi yang bingung apakah ia mempunyai kesalahan dengan ragu-ragu mendekati meja paling berisik dari tadi.

"Ada apa ya ?" Azumi bertanya melihat keenam orang itu. 4 laki-laki dan 2 perempuan.

"Aku ingin bertanya, bagaimana kau bisa sudah memakan dango ini kemarin padahal toko ini baru buka hari ini ?" Tanya orang berkuncir mukanya menahan tawa. Aku pun terkejut dan menoleh ke penjual kedai yang tertawa kecil, tak sanggup menahan malu didepan 6 orang ini.

"M-maaf aku hanya kasihan pada anak tadi." Azumi menundukan kepalanya.

"Hei, Shikama, sudah berhenti menggodanya, lagian niat dia baik kok." Seru perempuan bermata putih agak menyeramkan. Ia berdiri dan tersenyum.

"Umm apa kau mau bergabung dengan kami ? Kebetulan kami memesan dango lumayan banyak, dan sepertinya tempat disini sudah penuh." Ia menawarkan. 

"Eh tidak usah tidak apa-apa" Aku berusaha menolak tidak enak

"Tidak apa, lagian tadi kan sudah mengantri selama 1,5 jam" seru perempuan satu lagi dengan gigi bertaring.

"Iya, anggap saja ini balasan dari kami-sama atas perbuatanmu tadi. Iya kan tokaeri ?" Kali ini cowok berambut pirang dikuncir panjang sekali.

"Hm" jawab pria agak gemukan masih memakan dangonya, didepannya sudah banyak sekali tusuk dango bertebaran.

"Baiklah" Aku duduk bersama mereka dan memakan dango bersama mereka. Suasana nya hangat sekali mereka sangat ramah dan mengajakku berbicara. 

"Akumi, begini rasanya punya teman ya" batinku

"Hei, Tokari lihat sudah berapa banyak tusuk dango yang kau makan" Perempuan bertaring itu tampak mengomeli pria gemuk yang dari tadi masih memakan dango

"Eh tapi aku masih lapar"Tokaeri mengelak

"Biarkan saja Airu, ia akan makan sampai perutnya sebesar balon udara." Seru pria memakai kacamata dan sontak itu membuat semua tertawa kecuali aku. Namun Tokaeri masih makan dan tak peduli. 

"Sekalinya berbicara langsung menyakitkan ya" pikirku. Aku jadi memahami sedikit sifat orang-orang ini.

Aktualisasi Konoha | TobiramaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang