Di depan makam adiknya, Akumi; Azumi dan Hachiro duduk bersama. Mereka berdua terdiam, membiarkan suasana sunyi mengisi udara. Akumi adalah adik Azumi yang telah tiada, meninggalkan sejuta kenangan yang tak terlupakan.
Hachiro terdiam sejenak sebelum akhirnya membuka suara, "Bukan Ikka, yang sebenarnya aku cintai melainkan Akumi, adikmu."
Azumi terkejut mendengarnya. Hatinya terasa berdesir campur aduk antara kejutan, kesedihan.
"Hal itu terjadi begitu tiba-tiba," lanjut Hachiro. "Waktu itu, saat kau masih di pengasingan, Akumi dan aku... Aku merasakan sesuatu yang istimewa. Tapi sayangnya, Akumi dengan kemampuan matanya, dia tahu bahwa masa depan kami bersama tidak mungkin terjadi. Dia memilih untuk melepaskanku, memberiku kepada Ikka yang sebenarnya selama ini telah menyimpan perasaan untukku."
Ketika mendengar cerita itu, Azumi merasa hancur. Dia menangis, mengenggam erat gelang yang dulu pernah dia berikan sebagai hadiah untuk Akumi.
Hachiro, meski hatinya mungkin juga hancur, tersenyum sambil mengagumi keberanian dan kebijaksanaan Akumi dalam mengambil keputusan.
Hachiro menatap Azumi yang masih larut dalam kesedihannya. "Cinta membawa kita pada segalanya, termasuk perpisahan," ujar Hachiro dengan lembut.
"Kita tidak selalu bisa mengendalikan takdir, Azumi. Terkadang, kita harus belajar menerima kenyataan dan membiarkan orang yang kita cintai menemukan jalan mereka sendiri," tambahnya dengan bijaksana.
Azumi menarik napas dalam-dalam, meresapi kata-kata Hachiro. Kemudian, dia memandang ke langit senja, membiarkan kilas balik masa lalu memenuhi pikirannya.
"Dulu, aku menyalahkan Akumi karena menolakku dan terkesan menyerahkanku pada Ikka. Namun sekarang, aku menyadari bahwa itu sebenarnya adalah cara dia menyatakan cintanya. Jika kau menyukai seseorang dari sisi terkuatnya, maka kau juga harus mencintai kelemahan orang itu," lanjut Hachiro, mencoba memberikan penghiburan pada Azumi. Entah mengapa Hachiro seperti mencoba mengingatkannya pada satu orang.
Hachiro menatap Azumi dengan serius di depan makam adiknya, Akumi. "Satu minggu lagi," ucapnya, suaranya terdengar berat. "Masih ada waktu satu minggu untukmu bekerja di sini. Apakah kau akan tetap mengambilnya? Jika kau sudah muak, aku siap kembali bekerja jika itu yang kau inginkan."
Azumi menarik napas dalam-dalam, memandangi makam yang terletak di antara mereka. Sisa waktu Azumi tinggal satu minggu lagi sebelum Hachiro kembali, tetapi tawaran yang diberikan olehnya membuatnya terdiam sejenak. Apakah dia benar-benar membenci Tobirama? Ataukah ada yang lebih dalam dari sekadar kebencian itu?
_____
Hujan turun mengguyur Azumi ketika ia pulang dari makam dengan langkah yang berat. Dalam tatapan kosongnya terlihat kerinduan dan kehilangan yang mendalam. Saat mencapai sebuah jalanan sunyi, ia menatap langit yang terus-menerus di atasnya, membiarkan tetesan hujan mencampurkan air mata yang tumpah dari matanya.
Tanpa ragu lagi, dia membiarkan dirinya jatuh dengan lembut, tubuhnya terbaring di atas jalanan yang terendam hujan. Dalam keputusasaan dan kesedihan yang mendalam, dia membiarkan air hujan membasahi setiap serat hatinya yang terluka. Orang-orang yang lewat melihatnya dengan keheranan, tetapi Azumi tidak peduli. Baginya, hanya hujan yang dapat menyembuhkan luka-lukanya yang tak terlihat.
Namun, kehadiran seseorang yang mendekat mengubah segalanya. Azumi menoleh untuk melihat siapa yang mendekat, dan kejutan besar melintas di wajahnya ketika dia melihat Kojiro, teman masa kecilnya.
Tanpa berkata apa-apa, Kojiro bergabung tidur bersama Azumi di sampingnya, mengingatkan Azumi pada kenangan indah masa kecil mereka. Wajah Azumi tersenyum, dan hatinya merasa hangat serta lega melihat Kojiro di sampingnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aktualisasi Konoha | Tobirama
Fantasía"apakah benar hokage kedua tidak mempunyai keturunan?" "Heh! jangankan keturunan, orang seperti dia tidak mungkin pernah merasakan cinta." Mungkin inilah pendapat orang-orang desa mengenai hokage yang dijuluki "The Creator" tersebut, namun mereka b...