22 ● Harapan

176 17 0
                                    

Pagi pagi sangat, Azumi turun kebawah untuk melakukan sarapan bersama dengan ayah, ibu dan adiknya. Ketikaia turun, sudah ada ayahnya yang duduk di meja makan membaca koran, ibunya yang sedsng memasak, sedang sang adik belum memunculkan batang hidungnya.

Dengan ragu-ragu berkat kejadian semalam, Azumi mengumpulkan niatnya untuk duduk di hadapan ayahnya yang belum menyingkirkan koram dari hadapannya.

Suasana belum berganti, masih dengan keheningan. Azumi memberanikan diri untuk bertanya sebelum makanan disajikan, karena jika sudah disajikan tidak boleh ada yang membuka mulut. Itu adalah tradisi.

"Ayah, kau belum menjelaskan tentang kejadian kemarin. Apa maksudnya pemberontakan ?" Azumi berusaha sangat untuk berbicara lembut. Ibunya yang sedang memasak menengok sebentar lalu kembali melanjutkan aktivitas. Ia mempunyai perasaan tidak enak.

"Kau melihat apa yang kau lihat. Itulah kenyataanya" ujar ayahnya masih belum menyingkirkan koran dari hadapannya.

"Tapi apa alasan kau melakukan itu ? Aku tahu kau tidak menerima perdamaian ini, namun mengapa harus sekarang ? Dan kenapa kau berbohong tentang pengkhianat yang ternyata adalah Uchiha Madara."

"Dia. Bukan. Pengkhianat" Sontak ayahnya melempar koran menunjukan muka dengan rahang mengeras. Hal itu membuat ketakutan menjalar di tubuh Azumi, namun ia sudah memutuskan untuk berani menghadapi ayahnya.

Keadaan berbalik dengan ayahnya yang bisa melihat penampilan putri sulungnya. Keadaanya begitu kacau, mata putrinya bengkak. Ayahnya menatap nanar, namun dengan sesegera mungkin menatap datar dan mengintimidasi.

"Aku tidak peduli dia pengkhianat atau bukan. Apakah kau akan melakukan pembunuhan bersama dengan dia ?" Pekik Azumi, suaranya agak meninggi.

Masih dengan ekspresi datarnya ayahnya tidak menjawab pertanyaan putrinya. Ia rasa Azumi sudah tahu jawabannya.

"Jika terjadi pembununan, maka satu-satunya yang akan terbunuh ialah aku ayah. Aku akan menentangmu dan kita akan berhadapan saat itu juga. Aku memilih jalan berbeda denganmu" Azumi berdiri sudah tidak berselera makan.

"Jadi ini semua ulah Senju. Kau berteman dengannya" balas ayahnya tenang namun tajam. Ia mempunyai satu aturan di keluarganya, dan satu aturan itu juga yang dilanggar Azumi.

"Aku tidak peduli, aku akan berteman dengan siapa saja ayah" Jawab Azumi yang ia sendiri bingung, apa ia baru saja mengakui kalau ia berteman demgan Tobirama ?

"Begitu mudahnya kau terlena. Bagaimana dengan janjimu 5 tahun lalu, KAU MELUPAKANNYA ?!"

"IYA AKU MELUPAKANNYA ! aku berusaha menjalani hidup tanpa dendam sialan. Dan aku harap kau juga melakukan hal itu, AYAH. KARENA AKU PASTIKAN KAU AKAN MENDERITA JIKA HIDUP BERDAMPINGAN DENGAN YANG NAMANYA DENDAM !"

Ibunya menghampiri Azumi terkejut akan perkataan anak itu, sesegera mungkin membawa Azumi keluar ke halaman belakang sebelum keadaan makin meninggi. Ayahnya hanya diam disitu, ia terkaget dengan perkataan putrinya, namun pikirannya sangat berantakan.

Tidak orang-orang itu sadari bahwa Akumi melihat hal itu semua diujung tangga, ia menatap nanar kejadian yang baru saja berlangsung. Ayahnya bangkit berdiri dan berbalik melihat putri keduanya tengah berdiri menatap kearahnya. Namun ayahnya hanya berjalan melewatinya tanpa menatapnya.

Akumi terkulai lemas, mungkin keluarganya bisa dibilang beruntung karena semua anggotanya lengkap, selamat dari perang itu. Namun keadaan tidak begitu baik bagi mereka. Karena hampir setiap hari akan ada keributan akibat supremasi dari ayahnya. Sesungguhnya dalam hati yang terdalam, ia bertanya-tanya apakah ia diperhatikan oleh ayahnya ? Ya. Akumi benci mengakui ingin tapi ia iri dengan kakaknya.

Aktualisasi Konoha | TobiramaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang