Pukul 23:00, ruang tamu kediaman Fransisco Ahmad Zubair terisi oleh dua orang bapak dan anak yang sedang menonton sebuah film bergenre sci-fi, comedy. Seharusnya Siska sudah tidur satu jam yang lalu, tetapi karena tahu film itu bertema tentang Time travel akhirnya ia memutuskan untuk menunda jam tidurnya.
Back to the future, dari judulnya saja sudah berhasil membuat Siska menunda langkahnya untuk menaiki tangga dan malah ke dapur mengambil beberapa snack lalu duduk manis di sebelah Frans.
Siska memasukan kripik singkong ke mulutnya. "Anjayyy, dia ke masa lalu bukan cegah apa yang udah disesali, atau seneng-seneng, malah gak sengaja bikin pertemuan pertama orang tuanya gagal." Ia tertawa dengan mata yang tak lepas dari televisi berukuran 82 inch yang berada di ruang keluarga ini.
"Papi." Gadis dengan piyama bergambar keroppi ini menggerakkan sikunya menyenggol Frans. "Kalo misalnya kita punya mesin waktu, Papi mau ke masa lalu gak?"
Merasa tak ada jawaban, Siska memilih memutuskan kontak matanya dari televisi itu dan menoleh ke Frans. Siska menatap Frans yang tampak tak tenang menikmati film, Papinya malah tak bisa diam melihat jam dan menengok ke arah pintu utama.
"Papi!"
"Ah iya? Kenapa Kazu?" Dengan malas akhirnya Siska mengulang dialognya tadi. "Ohhh, gak mau ah."
"Kenapa?"
"Kalo punya mesin waktu... Papi lebih milih ke masa depan, ngeliat kamu ngelempar toga setelah nyelesain kuliah kamu."
Siska berdecak. "Papi... itu mah kan ga usah pake mesin waktu juga Papi bisa liat nanti."
"Aamiin, doain Papi biar panjang umur makanya."
"Ishh apasih, Papi? Emang Papi gak mau ke masa lalu apa?" Siska menatap Frans yang kini nampak berpikir lalu menggelengkan kepalanya. "Kenapa gak mau? Papi gak punya rasa nyesel kah di masa lalu? Atau ada kesalahan yang bakal Papi cegah gitu?"
"Papi udah berhenti menyesali masa lalu, karena semuanya bisa diperbaiki di masa depan."
"Udah Papi perbaiki?" Frans mengangguk.
"Tapi Papi pernah ngerasa kayak nyesel gitu gak sih?"
"Mungkinn kesalahan di masa lalu banyak yang Papi sesali. Kaya ... Papi tuh suka ngomong 'arghh coba aja gue gak kaya gitu' ah, Papi rasa semua orang pernah ngomong begitu."
Siska menggeleng tak setuju. "Aku gak pernah."
Frans tersenyum merespon ucapan anak gadisnya. "Bukan gak pernah, tapi belum pernah."
Siska terdiam, mencoba memahami ucapan-ucapan Frans yang mendadak serius. Bahkan ia sudah melupakan film itu dan malah asik memutar otaknya mencari tahu mengapa topik kali ini terasa berat.
"Sekarang kamu tidur, udah jam dua belas tuh."
Siska menguap sembari meregangkan tubuhnya. Ia menggeserkan berbagai snack di pahanya lalu berdiri. "Papi gak tidur?"
"Nanti, Papi nunggu Mami pulang dulu."
Lagi-lagi Siska terdiam, menatap wajah Frans dengan raut yang tak terbaca. Jika tadi Siska bergeming karena bingung, kali ini beda. Gadis yang baru menginjak sekolah menengah akhir ini merasa kasihan pada sang ayah yang selalu menunggu Bela pulang hingga larut malam. Meski Frans sudah melarang agar Bela pulang pada pukul 22:00 tapi wanita itu terus saja melanggar.
"Kazu, sana tidur. Kenapa malah diem di situ, Nak?"
Setelah mengangguk akhirnya Siska perlahan melangkah menaiki tangga dengan kepala yang sesekali menoleh, menatap iba pada Frans yang tampak gelisah menunggu kehadiran Bela.
KAMU SEDANG MEMBACA
Me Vs Mami
ChickLit15+ Bercerita tentang seorang ibu dan anak yang sering kali bertengkar hanya karena masalah kecil, mereka memang tidak dekat, Siska. Gadis ini lebih dekat ke almarhum ayahnya. saat sang ayah meninggal dunia, hubungan antara ibu dan anak ini semakin...