Tigapuluh🍂

1.8K 341 98
                                    

Kukira menyukai seseorang akan terasa indah dan menyenangkan. Ternyata... —Vita.

🍂🍂🍂


"Azka," panggil Vita.

Si empu nama sedang berada di meja belajar, mengetik sesuatu di laptop, menoleh sejenak pada Vita yang memanggil dari kamar mandi. "Ya, Vit?"

Gadis itu berjalan mendekat, duduk di atas pangkuan Azka lalu mengalungkan kedua lengannya di leher cowok itu. Tak lupa menyunggingkan senyum simpul yang dia punya. "Ayo, kita buat permintaan Bunda."

Ada jeda, mereka terdiam saling menatap dalam beberapa detik, kemudian Azka mengangguk seraya menjawab. "Iya." Dia mengangkat tubuh Vita, meletakkannya ke atas ranjang dengan penuh kehati-hatian.

"Kamu mau punya berapa?" tanyanya pada Vita, lembut.

"Eum, lima?"

Dia mengangguk, mulai mendekatkan wajah sedikit demi sedikit.

Azka membuka matanya dengan cepat. Pandangan pertama yang dia lihat adalah atap kamarnya sendiri. Keringat mengucur deras dari pelipis, bersama detak jantung yang berdegub kencang. Beberapa detik termenung, dia mulai tersadar.

"Sakit jiwa gue." Dia langsung menjambak rambut sendiri, menepuk pipi dan melempar guling ke sofa. Dengan gerakan cepat dia bangun, mengusap wajah gusar, frustasi membayangkan apa yang barusan dia mimpikan. Belakangan ini dia sering bermimpi gadis itu, tapi baru kali ini dia memimpikan hal tidak senonoh dengannya.

"Azkaaa, banguuun! Udah jam segini, buruan siap-siap ke sekolaah!" Sang Bunda berteriak dari lantai bawah. Membuatnya menghela napas jengah.

Bergerak lambat, dia berjalan menuju kamar mandi, segera membersihkan diri. Pikirannya kembali tertuju pada mimpinya beberapa menit lalu, tepat di depan pintu, Vita berdiri memanggilnya menggunakan suara selembut sutra. Dia menggeleng, mengenyahkan buih-buih pemikiran jahat. Tidak lama dia selesai, mulai mengenakan seragam lengkap, menata rambut, memakai sepatu, menyiapkan roster pelajaran, lalu turun ke bawah.

"Lagi dan lagi kesiangan. Abang mimpiin yang jorok, ya?"

"Ezka," tegur Bunda, dijawab cengiran oleh si kecil.

"Mampus, kena marah kan lo."

"Azka, kamu juga. Semalem Bunda suruh jangan bergadang lagi. Bunda potong uang jajan kamu."

"Hahaha," tawa Ezka.

"Hilih, diem lo." Cowok berseragam abu-abu itu duduk di salah satu kursi meja makan, segera melahap nasi goreng buatan Bunda yang sudah tersedia wangi.

"Mana surat ijin kamu? Nggak ketinggalan, kan?"

"Dalem tas, Bun."

"Oke, jangan lupa kasih ke sekretaris kelas biar nggak dihitung absen."

Dia mengacungkan satu jempol sembari mengunyah. Yang dimaksud Bunda surat ijin adalah surat dimana dia tidak bersekolah selama tiga hari belakangan. Ya, sudah tiga hari dia tidak datang ke sekolah. Alasannya karna Bunda mengajaknya ke tempat Oma dan Opa di luar kota. Sebenarnya bisa saja dia tidak ikut, tapi memikirkan perkataan Vita terakhir kali, dia jadi ingin menjauh sejenak. Bukan bermaksud lain, dia cuma tidak ingin bertindak lebih jauh padahal sudah diperingati. Dia juga tau batasannya. Itu sebabnya dia memilih tidak bersekolah dulu, hitung-hitung menenangkan diri.

"Cepat abisin makanan kamu. Limabelas menit lagi kamu masuk."

"Iya, Bunda. Cerewet banget, sih." Dia mencubiti pipi kanan Bunda.

"Bang, pulang sekolah nanti ajak Kak Vita main ke sini, ya? Kemarin kan dia janji mau mampir."

"Males."

Tears of Hope✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang