Bulir keringat mengucur deras layaknya tetesan air hujan dari pelipis Vita jatuh ke seragam, rambutnya yang selalu tergerai tampak lepek diakibatkan terik matahari begitu menyengat. Kulitnya yang semula putih bersih kini memerah, wajahnya turut memancarkan sorot lelah. Napasnya seperti tersendat namun berusaha ia tahan agar tidak menjadi pusat perhatian kelima orang di sekitarnya.
"Muka lo pucet banget, Vi—"
Buru-buru Vita membekap bibir Kayla, bagaimana pun Satya belum tahu dirinya tepat berada di belakangnya. Kayla menatap Vita dengan kening berkerut, meminta penjelasan mengapa ia tiba-tiba dibekap, Vita hanya menjawab dengan meletakkan telunjuknya di bibir, menyiratkan kata 'diem Kay'.
Alhasil Kayla mengangguk meski tidak mengerti, Vita ikut mengangguk, gadis itu kembali ke posisinya yang semula, menghormat menghadap bendera.
Lima menit berikutnya bel berbunyi nyaring, itu bukan bel istirahat, melainkan jam pelajaran ketiga telah selesai, ketiga cowok yang berdiri di hadapan Vita tadi langsung beranjak pergi, tanpa menoleh ke belakang sekadar berpamitan pada Vita, Kayla maupun Nova. Ketiga cowok itu segera berlari saat seorang guru hampir berjalan melewati mereka.
"Lo kenal mereka, Vit?" tanya Kayla usai dua menit saling membungkam, matanya menyipit karena sinar matahari menghalau pandangan.
"Hng? E-enggak." Vita mengusap peluh keringat, tetap fokus menghormat pada tiang bendera.
"Masa? Daritadi gue liat pipi lo merah, terus gue bisa denger suara detak jantung lo tuh."
"Pipi aku merah karena terik matahari. Detak jantungku nggak normal karena lagi kecapean."
"Alesan." Kayla tersenyum miring.
"Bener Kay."
"Lo sendiri, kenal?" tanya Nova pada Kayla, menaikkan satu alis ke atas sambil mengibas-ngibaskan seragam bagian depan akibat gerah.
"Nggak penting mau kenal, intinya gue nggak tertarik."
"Ya iya, kan ada Juan," sela Vita lebih dulu.
"Ih! Bisa lo ya!"
Senyum Vita terlengkung, perasaan risih yang ia pendam sejak tadi akibat keberadaan Satya kini telah melayang entah kemana. Syukur.
Ketiga gadis tersebut kembali menjalankan hukuman, lima belas menit tetap berdiri di bawah terik matahari, tiba-tiba seorang guru datang menyuruh mereka untuk masuk ke dalam kelas karena orang penting akan datang. Kayla paling kegirangan, ia mencak-mencak saking semangat karena tidak harus berjemur selama tiga puluh menit ke depan.
Ketiganya beranjak pergi dari lapangan, menuju taman untuk menyegarkan diri. Seragam mereka basah kuyup diakibatkan mandi keringat. Untung Nova selalu membawa tisu di kantong roknya sehingga bisa digunakan untuk mengusap wajah mereka.
Tapi meski taman begitu sejuk dengan nuansa angin sepoi-sepoi, tetap saja tidak akan lengkap bila tidak ada minuman dingin.
"Gue sama Nova kantin bentar, lo tunggu sini ya, Vit."
Tidak mau membantah, Vita mengangguk patuh, karena sejujurnya ia juga teramat haus. Kayla dan Nova segera pergi menuju kantin, meninggalkan Vita sendirian bersama hening kesukaannya. Hanya ada nyanyian angin, tarian rumput dan juga desisan ranting pohon bertemu ranting pohon lainnya. Angin menerbangkan rambut sepinggang Vita, menyapu pipi dan juga bulumata tebalnya. Keliatan takjub, memang.
Lima belas menit, Kayla maupun Nova belum juga kembali, entah kemana mereka, kembali bertengkar atau apa, ini sudah kelamaan. Vita juga kehausan dan butuh air mineral, tenggorokannya sudah sangat tercekat.
Saat memutuskan untuk menyusul, pergerakan kaki Vita untuk berdiri terurung begitu melihat seseorang yang berdiri menjulang tiga meter di depannya. Tersenyum miring seraya menyodorkan sebotol minuman Nata de Coco.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tears of Hope✓
Fanfiction❝Tentang luka seorang perempuan.❞ Aku bertemu seseorang yang sangat berarti dalam hidupku hanya untuk menyadari pada akhirnya aku harus melepaskannya. [LENGKAP] Warn, 17, bahasa kasar. Ft. Jake Ft. Sunghoon Ft. Jay Highest ranking: #1 in sunghoon...