Pasang lagu di mulmed 👍
🍂🍂🍂
Ketika dia meninggalkanmu, dunia ini tidak pernah berhenti memberikan harapan dan peluang baru untukmu. —Vita.
🍂🍂🍂
Setelah semua persiapan yang sudah dilangsungkan sejak seminggu lalu, akhirnya momen yang ditunggu-tunggu adalah hari ini. Tidak ada tamu undangan, hanya keluarga dan kerabat terdekat.
Biar begitu, tidak ada yang keberatan. Salah satunya Vita, dia sangat bersyukur, ada seseorang yang mau menerima dirinya juga sosok yang ada dalam rahimnya. Seminggu yang dia lewati juga sangat membahagiakan. Dia tidak pernah sendiri. Selalu ditemani orang-orang yang memberinya kasih sayang. Dia sangat bahagia.
Dia kembali teringat masa-masa beberapa bulan lalu, saat dia begitu membenci Azka. Mengacuhkan bahkan menganggapnya angin lalu. Sekarang dia sadar, siapa yang selama ini selalu menemaninya. Selalu menjaga dan mendukungnya. Azka orangnya.
Gadis itu menatap pantulan dirinya di cermin. Gaun putih panjang yang sangat indah untuknya. Dia tersenyum manis, mengusap perutnya yang sudah membesar. Demi apapun, rasa bahagianya tidak tertahan.
"Vita, acaranya udah mulai, kita ke sini mau—gila!" Kayla dan Nova masuk ke kamarnya, bertindak heboh melihat penampilan Vita.
Vita tersenyum kaku. "Bagus, nggak?"
"Bagus banget, kinda crazy!" jawab kedua gadis itu serempak. "Pokoknya lo cantik banget! Banget banget banget!"
Nova mengacungkan kedua jempol, menyetujui argumen Kayla yang terlalu antusias. Dia terus menyanjung Vita penuh semangat. Membuat Vita tersenyum lebih lebar.
"Makasih banyak...."
"Vita, sayang." Bunda masuk ke dalam kamar, menatap wajah gadis itu dengan speechless. "Kamu cantik banget." Dia mendekat sambil mengembangkan senyum. "Pantes Azka khilaf ke kamu, sayang." Sedetik menyadari ucapannya, Bunda mengatupkan bibir lalu menyengir. Dia mengusap rambut Vita yang ditata rapi dengan pita.
Vita hanya tersenyum kikuk, dia sempat merunduk mendengar ucapan Bunda kemudian mendongak saat lengannya digenggam erat. Bunda menatapnya hangat. "Jangan takut, kamu nggak sendiri. Bunda, Papa, Oma, Opa, Kakak kamu, teman-teman kamu ada di sini. Bahkan, Azka ada di sini untuk kamu."
"Vita lumayan takut, Bunda. Kalau Vita ngelakuin kesalahan—"
"Nggak akan. Kita ada di sini untuk kamu." Bunda mengecup keningnya sejenak kemudian merangkul lengan Vita, mengiringinya keluar kamar.
Setiap langkah yang Vita ambil, degub jantungnya berdetak tak karuan. Napasnya memburu dan suhu tubuhnya naik pesat. Pandangannya memburam dipenuhi air mata, dia berusaha menahannya agar tetap fokus melangkah. Dia mengingat masa-masa sulit yang dia alami seumur hidupnya. Dari dia kecil, Papanya meninggal, dia berjuang hanya bersama Kakaknya. Melawan arus kehidupan yang seperti ombak laut. Selama ini, dia sudah berusaha keras.
Memasuki ruang utama, jantung Vita lebih tak karuan. Apalagi saat maniknya bertemu dengan manik Azka yang sudah menunggu di sana.
Rasanya, Vita ingin menangis kencang. Apakah benar ini hari paling dinanti bagi Vita? Hari di mana Vita akan memulai hidup barunya? Benarkah dia diberi keluarga yang bisa menerimanya sepenuhnya?
Tanpa sadar, setitik cairan bening lolos dari pelupuknya. Langkahnya hampir dekat, hingga dia berdiri berhadapan dengan Azka. Mereka memandang satu sama lain. Azka menjulurkan satu tangannya. Membuat Vita tersenyum haru, matanya kembali memanas, dadanya terasa sesak. Dengan tangan bergetar dia menerima juluran tangan Azka.
Vita membuka matanya merasakan seseorang mengguncang tubuhnya. Dengan kesadaran yang belum total, dia memandang sosok anak kecil yang berdiri di sebelah kasurnya.
"Kak Vita, udah bangun, belum?" Ezka mencondongkan wajahnya ke depan, menelisik wajah Vita yang masih setengah sadar. Bahkan, Vita masih belum menalar yang dia alami tadi hanyalah mimpi.
"Heh, anak kecil. Udah dibilang jangan gangguin cewek gue tidur!" Azka datang, menjewer telinga Ezka, dan membawanya keluar kamar.
"Ih, Abang! Ezka mau ajak Kak Vita main."
"Gak boleh! Enak aja, Vita bukan punya lo, tapi punya gue. Mending lo rusuhin Reyhan daripada ke sini." Azka mendorong Ezka lalu menutup pintu kamarnya agar si kecil tidak bisa masuk lagi.
"Azka," panggil Vita, serak. Gadis itu sudah sadar sepenuhnya. Dia juga sudah duduk menyandar di kasur, mengusap pelipisnya yang sedikit pusing.
Azka duduk di tepi kasur, merapikan rambut Vita yang sedikit berantakan. "Kenapa, hm? Kamu mimpiin siapa?"
"Aku—" Vita terdiam, mengingat mimpi yang terasa begitu nyata baginya. Apa seperti itu bayangan dua hari lagi saat hari pernikahan mereka berlangsung?
Azka mendaratkan tangannya ke perut Vita, mengelusnya perlahan sambil tersenyum manis. "Anak baik, anak manis, calon Mama dan calon Papa kamu bakalan resmi dua hari lagi. Tumbuh sehat, ya?"
Senyum Vita terukir, dia ikut menyentuh perutnya sendiri. Membuat lengannya bersentuhan dengan lengan Azka. Gadis itu menggenggam lengan itu erat. "Azka...." Dia menatap Azka lekat.
Azka pun membalas tatapannya lamat-lamat. "Iya, kenapa?"
Dada Vita tiba-tiba terasa begitu sesak. Dia merunduk. Setitik air mata menetes dari pelupuk matanya. Disusul tubuhnya yang berguncang, menangis.
"Kok nangis?" Azka berusaha mengangkat wajah itu, tapi Vita menggeleng dan terus menangis. "Jangan nangis, Vit." Cowok itu merunduk, menyejajarkan wajahnya dengan wajah Vita.
Vita terus menangis. Dadanya tiba-tiba sangat sesak. Dia hampir sesak napas merasakannya.
Sontak Azka menariknya ke dalam pelukan, menenggelamkan wajah Vita ke dalam dadanya. Dia mengusap rambut Vita lembut sambil mengecup pucuk kepalanya.
"Jangan nangis, Vit. Lo nggak bakal sendiri lagi. Gue selalu ada di samping lo. Gue di sini, selamanya buat lo."
Vita balas memeluk Azka, membenamkan wajahnya di sana, merasakan kehangatan dekapan Azka. Merasakan kenyamanan yang sangat dia harap. Merasakan rasa sayang yang sejak lama dia damba.
Lima menit, Azka mengurai pelukan itu. Mengusap kedua pipi Vita.
"Sst, sst, jangan nangis lagi. Nanti lo sakit, gimana? Gue yang khawatir. Udah ya, jangan nangis lagi." Azka mengusap kedua pipi Vita lembut. Kemudian dia mengusap perut Vita lagi. "Liat Mama kamu, cengeng banget. Padahal Papa 'kan ada di sini."
Mereka saling bertukar tatapan. Vita menyeka air matanya yang kembali jatuh. "Azka, aku nggak mau ini berakhir."
"Ini nggak akan berakhir sampe kapan pun. Gue bakal terus ada di samping lo." Azka memeluk Vita lagi, menyalurkan rasa sayang yang dia punya.
"Tapi, aku ngerasa—"
Belum selesai Vita berbicara, ketokan pintu mengalihkan perhatian mereka.
"Azka, teman kamu Satya sama Meisya dateng."
***
Vote juseyo~
KAMU SEDANG MEMBACA
Tears of Hope✓
Fanfiction❝Tentang luka seorang perempuan.❞ Aku bertemu seseorang yang sangat berarti dalam hidupku hanya untuk menyadari pada akhirnya aku harus melepaskannya. [LENGKAP] Warn, 17, bahasa kasar. Ft. Jake Ft. Sunghoon Ft. Jay Highest ranking: #1 in sunghoon...