Perpustakaan, buku fisika, headset merupakan sebuah surga menurut Vita Erla Pratisha. Kesunyian menciptakan ketenangan, dan ketenangan membuatnya lebih baik. Tidak ada yang bisa mengalahkan surga yang ia cipta sendiri.
Ting!
Ponselnya berbunyi, buru-buru ia membuka pesan masuk. Senyumnya mengembang membaca apa yang terketik di sana. Ini yang dia tunggu sejak kemarin.
Vita membetulkan penampilan, dari letak dasi hingga tali pinggang. Dia menunggu dengan senyum terulas, bahagia hanya karena ini saja. Selama menunggu, ia sering merunduk sekadar mengusap perut, senyumnya pun mengembang lebar. Dalam benak ia terus berpikir kata pertama apa yang pantas ia ucapkan nantinya, topik seperti apa yang dapat ia salur, ekspresi bagaimana yang pantas ia tunjuk. Pertanyaan-pertanyaan itu terus terngiang sampai dirinya menerbitkan senyum malu.
Lima menit menunggu, dada Vita seperti mengadakan pesta kembang api, sangat teramat meriah.
Tidak lama dari itu, sosok yang ia nanti akhirnya tiba juga, berjalan memasuki lorong perpus, menuju dirinya. Di setiap langkah yang sosok itu ambil membuat jantung milik Vita memacu lebih cepat. Pacuan jantung yang Vita suka.
Hingga tiba lah ia di hadapan Vita, berdiri menjulang dengan gagahnya. Senyum Vita masih tetap terlengkung. Keduanya bertatapan selama lima detik.
"Pr gue," tukasnya langsung, merusak momen bertatapan yang menyenangkan bagi Vita.
Vita mengambil tiga buku bersampul cokelat dari tumpukan bukunya lalu menyodorkan begitu saja. "Udah selesai, Satya."
"Bagus." Cowok bernametag Satya itu mengambil buku sodoran Vita, bersamaan dia melempar lima buku tulis ke atas meja, karena terlalu kencang menyebabkan beberapa jatuh ke lantai dan salah satunya terhempas ke wajah Vita. Tentu saja Vita kaget, buku itu mengenai bola matanya. Sontak tangannya bergerak menutup kelopak mata sambil meringis perih. Tetapi Satya tidak merasa bersalah, malah berujar. "Kerjain prnya, gue ambil sore."
Vita mengabaikan rasa perih dan memilih mengumpulkan bukunya, tidak sengaja ia melihat nama pemilik buku tersebut. "Ini bukan punya kamu, ini ... punya Meisya?"
"Siapa bilang punya gue? Denger baik-baik, gue ambil sore."
"Tapi---"
"Nggak usah ngeles. Inget, semua jawaban harus bener. Kalau ada yang salah, awas lo." Satya akan berbalik pergi, Vita lebih dulu mencegat dengan memegang lengannya, hal yang membuat Satya menghempaskan tangan itu sambil memasang raut jijik.
"Jangan nyentuh juga!" bentaknya.
Vita tersenyum canggung. "Ma-maaf, Satya."
Satya memicingkan mata sinis.
Dengan tangan bergetar Vita mengambil sesuatu dari balik laci, sebuah tupperware, ia menyodorkan pada Satya. "Tadi pagi aku buatin kamu nasi goreng. Kamu terima, ya?" pinta Vita, sedikit memelas.
Namun, harapannya harus dijatuhkan sedalam mungkin.
Satya berdecih, memasukkan kedua lengannya ke saku celana sambil menyorot Vita jijik. "Najis. Daripada kasih ke gue, mending lo sendiri yang makan. Sekali lagi gue peringatin, nggak usah sok peduli sama gue, urus aja diri lo sendiri. Tugasnya gue tunggu sampe sore." Ia berlalu pergi tanpa memedulikan perasaan Vita, tanpa mendengar suara retakan hati Vita yang kian hancur lebur.
Lagi dan lagi, isak tangis memenuhi lorong perpus sepi ini.
🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂
"Vit, lo pucet banget. Uks gih!" suruh Kayla, khawatir.
Vita menyalipkan rambutnya ke belakang telinga, tersenyum. "Engga, Kay. Kita ada ulangan bahasa inggris." Ia lanjut menulis.
"Dengan muka pucet dan tenaga lemes gini mau ngadepin ulangan? Udah uks gih! Gue permisiin serius."
Vita menggeleng.
"Ih, batu ya lo."
Tidak menyahut, Vita terus menulis. Kayla dibuat tidak habis pikir, daritadi temannya yang satu ini terus menulis, padahal ia yakin pr tidak sebanyak itu, saat ia ingin mengintip, Vita langsung menyembunyikan bukunya ke belakang tubuh. Aneh. Namun daripada memikirkan hal tak karuan, Kayla pun menyerah untuk menyuruh Vita mampir ke uks. Kali ini Kayla menyibukkan diri dengan membaca novel.
Di sela keasyikan membaca, tidak sengaja ia melirik sebuah buku bersampul cokelat yang sedikit menyembul di dalam laci Vita. Mumpung Vita lagi kewalahan menghitung, Kayla langsung merampas buku tersebut dan membaca nama pemiliknya.
"Meisya? Kenapa buku Meisya ada di lo?"
Vita terkejut, ia langsung merebut buku itu dengan cepat lalu menyimpannya ke dalam tas. "Ah ini, aku sengaja minjem, liat catetan Meisya."
"Liat catetan? Buat apa? Catetan lo selalu lengkap. Dan lagi, ini buku anak kelas dua belas! Lo pikir gue gak kenal Meisya? Anak musik itu, kan?!"
"Itu-" Belum sempat menjawab, Kayla merampas buku yang Vita kerjakan.
"Kayla!" Vita berteriak kesal, ia kecolongan.
"Kan," ucap Kayla seraya bergeleng-geleng kala melihat nama pemilik buku tersebut.
"Kay!" Vita berusaha merebut buku itu kembali tetapi Kayla malah berdiri dan mengangkatnya tinggi-tinggi.
"Pantes gue bingung kenapa lo nulis mulu, taunya ngerjain pr orang."
"Bukan gitu." Vita berloncat-loncat, ingin menggapai buku, tidak bisa, Kayla begitu tinggi.
"Lo diancem apa sama Meisya? Kasih tau gue!"
"Kay, plis balikin."
"Gue tanya, lo diancem apa sama Meisya sampe mau ngerjain pr dia?!"
Bukannya menjawab, Vita malah memohon dan terus meloncat.
"Ngga bisa gini. Gue bakal laporin dia karena udah meras kepintaran lo." Kayla berjalan keluar kelas sambil membawa buku itu sebagai bukti, Vita menggeleng panik, lekas ia menarik lengan Kayla dari belakang.
"Kamu salah! Aku beneran minjem buku itu, Kay. Aku nyalin materi punya Meisya, kamu tau kan materi olimpiade kali ini kebanyakan di kelas dua belas. Sebagai balesan aku kerjain prnya."
"Nggak mungkin, lo ngga sebego itu Vit sampe nyontek ke orang. Lagian, lo bisa cari referensi buku lain."
"Tapi itu yang aku lakuin sekarang! Catatan Meisya lebih lengkap karena dipelajari langsung. Dia temen aku di kelas sepuluh, nggak heran kalau aku minjem bukunya. Plis balikin buku itu."
Tidak sempat Kayla menolak, Vita lebih dulu merampas buku tersebut, berhasil. Buru-buru ia berlari menuju meja dan menyimpan buku tersebut ke dalam tas, mengancing rapat-rapat agar Kayla tidak dapat mencuri.
"Lo bohong," tuding Kayla, kembali ke tempat duduknya.
"Engga, aku bilang yang sebenernya."
Karena tidak mau berdebat, Vita menelungkupkan wajah di tumpukan tangan, memejamkan mata pura-pura tidur. Hal yang ia lakukan sekarang hanya semata-mata ingin menghindar dari obrolan Kayla, ia tidak mau ditanya-tanya lebih lanjut.
Padahal airmatanya sudah mengalir membentuk sungai kecil di pipi, tak apa menangis dalam diam, daripada harus ketahuan. Jika itu terjadi, Satya bisa marah besar padanya. Itu sebuah musibah.
🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂
Vote juseyo🙃🙃
KAMU SEDANG MEMBACA
Tears of Hope✓
Fanfiction❝Tentang luka seorang perempuan.❞ Aku bertemu seseorang yang sangat berarti dalam hidupku hanya untuk menyadari pada akhirnya aku harus melepaskannya. [LENGKAP] Warn, 17, bahasa kasar. Ft. Jake Ft. Sunghoon Ft. Jay Highest ranking: #1 in sunghoon...