Enambelas🍂

1.7K 405 80
                                    

VOTING MAIN MALE ROLE PENTAS SENI SMA PERKASA 2022

Azka Putra Radena 12 IPA 3 : 41%
Enzino Satya Aksara 12 IPA 3 : 39,7%
Ricky Samudera 10 IPA 2 : 19,3%

VOTING MAIN FEMALE ROLE PENTAS SENI SMA PERKASA 2022

Meisya Kaluna 12 IPA 3 : 45,3%
Vita Erla Pratisha 11 IPA 1 : 39,6%
Aresya Anandita 10 IPA 2 : 16,1%

"Nggak!" Nada tegas bercampur ketidak-setujuan menggelora di ruang aula, suara gebrakan menyusul, para anggota kepengurusan menyorot bingung. "Gue nggak setuju! Ini nggak adil!"

"Nggak adil gimana? Jelas-jelas ini udah paling fair!"

"Gue nggak setuju! Meisya itu cewek gue! Gue ikutan karena bareng dia, kalau ujungnya gini, mending gue pergi." Satya menggenggam lengan gadisnya, membalikkan badan.

"Lo nggak bisa gitu! Harus profesional, dong! Lagian yang milih satu sekolahan. Ikhlas kalau bukan lo yang pemeran utamanya!"

Wajah Satya mengeras, dari ekor mata ia melirik Azka yang diam-diam memperhatikan Vita. Ada rasa tidak rela dalam hatinya apalagi mengingat hubungannya dengan Azka tidak baik belakangan ini. Dan juga, ia jadi membenci cowok itu karena selalu mendekati Vita, bahkan sekarang masih bisa curi-curi tatap.

"Nggak masalah tau. Aku nggak keberatan," seru Meisya.

"Kamu beneran mau?" Satya memastikan. Tanpa sengaja melirik Vita sekilas, gadis itu terlihat mematung di pijakan. Melihatnya saja sudah menimbulkan kejengkelan dalam hati Satya.

"Iya, lagian Azka doang mah. Kita kan udah sahabatan dari kelas sepuluh."

Merasa ucapan itu ada benarnya, Satya kembali menghadap anggota kepengurusan, bersama Meisya yang masih ia genggam. Menepis perasaan kesal karena mungkin harus bertemu Vita lagi.

"Sekarang gue sama Ricky perannya apa?" tanya gadis bercepol, berintonasi lugas.

"Sabar dulu, biar dijelasin." Chelsea meminta rekannya mengambil lembar kertas dari atas dispenser. Saat kertas yang dimaksud sudah berada di genggamannya, ia membalikkan lembar tersebut memastikan. "Jadi, kita udah ngerevisi naskah, dan ngediskusiin, drama yang dibawa bukan Cinderella tapi Rapunzel."

"Lebih tepatnya Tangled," ralat cowok kemayu.

"Wow, gue jadi Rapunzel," celetuk Meisya sambil memiringkan seluruh rambutnya ke bahu.

"Intinya itu-lah. Meisya jadi Rapunzel. Azka jadi Flynn Rider. Aresya jadi Ibu Gothel—"

"What?! Ibu Gothel?!" Gadis berwajah galak memekik sembari memegang kedua pipi, kaget.

Tak menyahut, Chelsea malah melanjutkan pembagian peran. "Ricky jadi prajurit. Vita dan Satya jadi orangtua Rapunzel."

"Apa?!" sahut Vita terkejut, air mukanya kentara pucat.

"Gue nggak setuju!" Kali ini Azka yang menentang.

Tapi, Chelsea tampak acuh. "Peran lainnya bakal nyusul dari anak bahasa. Sekarang kalian pelajari dulu dialognya." Dia menyuruh rekannya membagikan naskah. Vita, Azka dan Satya tidak mau menerima lembar naskah tersebut.

"Nggak masuk akal," gumam Vita, masih dapat didengar semua orang.

"Nggak masuk akal gimana?"

"Drama pensi biasanya Cinderella atau Snow White, kenapa berbeda dari yang lain?" Vita tidak tahu caranya mengelak, sejujurnya ia tidak setuju karena perannya disandingkan dengan Satya, bukan karena jalan ceritanya.

"Perannya nggak memuaskan!" lantang Aresya.

"Puas kok, gue suka," timpal si peran utama, Meisya.

"Ya itu lo! Kalau gue yang jadi Rapunzelnya juga bakalan seneng!"

Tears of Hope✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang