Duapuluh Lima🍂

1.6K 392 79
                                    

Hari ini Vita tidak bersekolah. Ijin adalah jalan yang dia pilih untuk beralasan mengapa tidak hadir. Alasan sesungguhnya adalah karena hari ini merupakan hari peringatan kematian Mamanya yang ketujuh-belas tahun, bertepatan dengan hari ulang tahunnya. Gaun serba putih melekat di tubuh putihnya. Mulai dari kuncir rambut, sepatu, jam tangan sampai selempang semuanya berwarna putih. Begitu juga dengan kakaknya---Hesa---yang bersetelan serba putih.

Kedua bersaudara itu baru pulang dari makam kedua orangtua mereka yang bersebelahan, sorot muram mengandung kesedihan tergurat di wajah mereka. Sedari di dalam mobil, hanya ada keheningan dan helaan napas.

Sesampai di rumah, seperti kebiasaan setiap tahun, mereka makan di meja makan bersama menu makanan kesukaan Mama dan Papa. Kebisuan bukan lagi hal asing, denting sendok yang beradu dengan piring mengisi keheningan yang sudah biasa.

Seusai melahap makanan di piring, Hesa meraih kue bolu di dekatnya, memasang lilin ber-angka satu dan tujuh ke atas kue tersebut kemudian menyalakan api sumbunya. Lilin pun menyala terang. Kue dihadapkan ke arah wajah Vita yang tampak memurung. Manik mereka saling bertemu, seolah sedang bertelepati. Hingga sang gadis mulai membuka mulut.

"Hari ini adalah hari kesialan Mama, Mama melahirkanku dan dia harus kehilangan nyawanya. Hari ini juga hari ketidak-beruntungan Papa, dimana dia begitu berat merelakan seseorang yang paling dia cintai. Dan hari ini juga hari yang paling Kakak benci, seorang Ibu yang harusnya masih ada di sisinya meninggalkannya di usia yang masih sangat muda."

Hesa merunduk, air mata mengalir di kedua pipinya. Tak ayal, semua kesedihan itu memang dia rasa. Kini semua beban dia yang memikul, berat sekali.

"Terimakasih dan maaf. Aku dilahirkan dengan penuh cinta dan air mata. Semoga kehidupanku tidak sia-sia, semoga aku bisa membanggakan kalian dari atas sana. Semoga ... Erlis bisa membahagiakan kalian." Vita meniup kedua lilin tersebut, diiringi bulir air mata yang tidak bisa ditahan. Dadanya menyesak, mengingat memori yang dia lewatkan bersama keluarganya, bersama Papa dan Kakaknya.

"Selamat ulangtahun, sayang. Semoga segala kebahagiaan diberikan padamu." Hesa selaku tulang punggung keluarga memaksakan senyum bak seorang Ayah.

Anggukan menjawab pernyataan tersebut. Vita meraih pisau bolu dan memotong menjadi potongan kecil. Dia memberikan potongan pertama kepada kakaknya––siapa lagi. Di potongan kedua, untuk dirinya sendiri, Hesa yang menyuapinya. Keduanya mengumbar senyum di wajah. Senyum yang mengandung kepedihan.

***

"Vita nggak dateng."

"Nggak dateng?" Azka terkejut, mendengar jawaban dari teman sekelas gadis itu.

"Iya. Ijin. Mungkin ada urusan keluarga." Dia pergi melewati Azka yang membatu di pijakan.

Berbagai pikiran buruk langsung mendatanginya mengingat peringatan dokter kemarin.

Hari ini mereka akan keladi bersih, besok pensi akan dilaksanakan namun Vita tidak hadir.

"Eh, pinjem ponsel lo!" Azka mencegat salah satu gadis yang ingin keluar kelas.

"P-ponsel, Kak?"

"Iya. Siniin bentar."

Dengan grogi si gadis yang dicegat memberikan ponselnya pada Azka setelah membuka lockscreen.

"Kontak Vita namanya apa?"

"V-Vita jelly drink, Kak."

Alis Azka berkerut. "Vita jelly drink?" Dia mengetikkan 'Vita' saja dan sudah muncul kontaknya.

Vita jelly drink

Vit
Lo kenapa nggak dateng
Pak Kepsek nyariin lo

Tears of Hope✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang