Enam🍂

2.2K 483 89
                                    

Dap dap dap

Derap kaki cepat yang ditimbulkan oleh sepatu pantofel hitam kepunyaan wanita paruh baya yang memiliki garis wajah tidak ramah menggema sepanjang koridor, menyusuri marmer kosong di lobi sekolah, melangkah cepat dengan sorot wajah murka, kacamata tebal bertengger di pangkal hidungnya, di genggamannya terdapat penggaris rotan tebal nan panjang.

"Berhenti kalian!" teriak guru tersebut, suaranya melengking dan bergema menyebabkan seluruh murid dapat mendengar.

Tiga cowok yang dikejar, berlari tergopoh-gopoh menerjang keramaian di koridor, mendorong siapa saja yang menghalangi dan menendang sekumpulan cowok yang sengaja mencari gara-gara dengan menghambat jalan.

"Woi awas!" Reyhan berdecak, mendorong kumpulan cewek-cewek cheerleader yang sedang merumpi di tengah koridor.

Akhirnya setelah perjuangan setengah mati melewati berbagai rintangan, ketiganya sampai di taman belakang tak terpakai.

"HEY! SAYA BILANG BERHENTI!"

"Maaf Bu, tapi Ibu bukan lampu lalu lintas yang harus dipatuhi!" jawab Azka berteriak, sempat-sempatnya di saat memanjat tembok.

"AZKA, SATYA, REYHAN!" Sang Guru hampir mencapai mereka tapi gagal, taman belakang menjadi ramai, para murid berbondong datang sekadar menonton apa yang terjadi, bahkan anggota osis ikut berpartisipasi menangkap troublemaker tetapi tidak sempat karena ketiga cowok itu lebih dulu menghilang.

"KEMBALI KALIAN!"

"Ogah," ledek Reyhan dari balik tembok. Ketiganya langsung berlari menjauh sebelum satpam menangkap mereka.

Memastikan jarak sudah lumayan jauh dari sekolah, Satya menghentikan langkah, menopang tubuh di lutut seraya menetralkan deru napasnya yang terengah-engah.

"Nih, kampret!" Reyhan melempar sesuatu kepada Azka yang langsung diterima oleh si empu benda.

"Fiuh~ finally."

"Nyusahin mulu lo, anying!"

Azka menyengir cepat. "Salah?"

"Gue sama Reyhan kena getahnya!" tukas Satya. Cowok itu membetulkan jaket denim yang ia pakai lalu kembali berjalan.

"Mana motor masih di sekolah. Dasar beban lo!" Reyhan memicingkan mata pada Azka lalu menyusul Satya dari belakang.

"Ya sori, gue juga nggak tahu ini bakalan jatoh depan Bu Reni." Kedua bahu Azka terangkat acuh, sama sekali tidak merasa bersalah. Dia menyimpan barang berharganya lalu menyusul kedua temannya dari belakang.

"Jadi kemana?" tanya Satya sambil menyipitkan mata karena terik matahari menghalau pandangan.

"Rumah si Azka lah. Rumah gue nggak bisa, nyokap bisa nyerocos kalau tau gue ngulah lagi di sekolah," jawab Reyhan.

"Jangan rumah gue, bokap gue pulang entar malem." Azka ikut menyipitkan mata.

"Ck, kan lo yang ngulah, gue sama Satya korban."

"Ssst! Gue anak baik."

"Anak baik dari hongkong? Tai."

Drrrt

Satya merogoh saku, mengambil benda pipih yang barusan bergetar. Sebuah panggilan dari kontak 'Sya ❤️' tertera di layar ponsel. Tanpa ragu ia menggeser tombol hijau.

"Kenapa Sya?"

"...."

"Nggak, Azka yang ngulah."

"...."

Tears of Hope✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang