○○○○○○○○○
Gue nggak berhak ngasih hati gue ke lo. Padahal gue ingin.
•A•
○○○○○○○○○○○
Sehari sebelumnya
Dua orang cowok baru keluar dari ruang keamanan. Salah satu di antaranya memiliki lebam di wajahnya. Raut keduanya memancarkan kedataran.
"Lo harus tanggung jawab." Tiba-tiba salah satu berceletuk.
"Tanggung jawab? Emang gue ngelakuin apa?"
Tangan Azka terkepal. "Ngaca, sialan!"
Dia berdengus. "Gue nggak ngelakuin kesalahan apapun."
"Lo denger ya." Azka menarik kerah seragam sahabatnya itu. "Gue tunggu selama seminggu, kalau lo masih belum berubah, lo bakal nyesel udah nyia-nyiain dia!" Azka mendorong tubuh Satya sampai menubruk dinding, kemudian beranjak pergi dengan langkah cepat. Tersisa-lah Satya yang terdiam dengan sorot murka.
***
Sopir taxi memberhentikan mobil di depan pagar rumah minimalis sederhana.
"Ini rumah lo, Vit?"
Vita menoleh sekilas ke jendela lalu mengangguk kecil. Azka segera membayar biaya taxinya.
"Lo bisa turun sendiri?"
Lagi-lagi Vita mengangguk, membuka pintu mobil, mulai turun secara perlahan. Wajahnya masih pucat dan bibirnya kering. Azka sudah berdiri di luar untuk memastikan bilamana dia tiba-tiba terjatuh. Azka tidak bisa memapah atau memegang lengan gadis itu sekadar membantu. Mereka berjalan bersisian menuju pekarangan rumah. Setelah pagar dibuka, keduanya masuk ke halaman.
Vita merogoh saku roknya, mengeluarkan kunci rumah kemudian membuka pintu itu. Sebenarnya dia tidak ingin Azka masuk ke rumahnya, apalagi merupakan seorang cowok yang baru-baru ini dia kenal, tapi karena dirinya sudah diantar pulang dengan baik, mau tidak mau dia harus mempersilakan Azka duduk di sofa ruang tamu. Sementara dia ke kamar berganti pakaian.
Selagi menunggu Vita, pandangan Azka memendar memperhatikan interior rumah yang sederhana, menelisik setiap bingkai foto di berbagai sudut dinding. Tidak sengaja dia melihat salah satu foto yang tergantung, terdapat figuran dua anak kecil cewek-cowok yang tengah bermain istana pasir. Azka mendekati foto tersebut, meraihnya.
—dari Enzi buat Erlis.
Tulisan yang tertera di foto tersebut.
Tanpa melihat tulisannya juga Azka sudah tahu bahwa mereka adalah Satya---sahabatnya---dan Vita. Dia baru tahu ternyata keduanya sudah sedekat itu bahkan sejak usia dini.
"Siapa?" Suara itu mengalihkan perhatian Azka dari foto menjadi ke depan pintu yang mana sumber suara berasal. Terdapat seorang cowok jangkung dengan menenteng ransel di kedua bahunya.
"Gue—" Baru saja Azka ingin menjawab, Vita duluan memotong.
"Teman aku, Kak."
"Teman?" Alis Hesa berkerut, berjalan menuju Azka berada. "Lo yang bawa adek gue ke rumah sakit hari itu?"
"Iya." Azka tersenyum.
"Ada urusan apa sama adek gue? Adek gue nggak punya apa-apa. Jangan pikir dia bisa ngasih apa yang lagi lo rencanain."
"Gue nggak ngerencanain apapun."
Mata Hesa menyipit. Lalu dia berbalik menghampiri Vita. "Kamu masuk rumah sakit lagi?"
![](https://img.wattpad.com/cover/237882475-288-k390465.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Tears of Hope✓
Fanfiction❝Tentang luka seorang perempuan.❞ Aku bertemu seseorang yang sangat berarti dalam hidupku hanya untuk menyadari pada akhirnya aku harus melepaskannya. [LENGKAP] Warn, 17, bahasa kasar. Ft. Jake Ft. Sunghoon Ft. Jay Highest ranking: #1 in sunghoon...