Delapanbelas🍂

1.7K 395 98
                                    

Di mulai dari matahari, suatu hari seberkas cahaya jatuh dari surga, dari seberkas kecil itu, tumbuh-lah bunga emas nan ajaib. Bunga itu mampu menyembuhkan orang sakit dan terluka. Abad berhenti, waktu berlalu setelah kapal berlabuh, dibangun lah sebuah kerajaan, yang dikuasai oleh Raja dan Ratu yang dicintai rakyatnya.

Saat itu Ratu akan segera melahirkan, tapi dia sedang sakit, sakit keras, dia tidak punya banyak waktu, saat itulah rakyat mencari sebuah keajaiban, sekuntum bunga emas ajaib. Dengan kekuatan bunga ajaib itu, Ratu pulih. Seorang putri lahir, bayi perempuan sehat, dengan rambut pirangnya yang indah bernama Rapunzel.

Untuk merayakan kelahirannya, Raja dan Ratu menerbangkan lentera ke langit. Dan untuk sesaat semuanya begitu sempurna. Namun, saat-saat itu berakhir, Mother Gothel menyanyikan Mantra kepada Rapunzel yang sedang tertidur. Mother Gothel memotong rambut Rapunzel dan mengambil Rapunzel dari istana. Dia menyembunyikan Rapunzel di sebuah menara dan mengurungnya di sana.

"Kenapa aku tidak boleh keluar, Bu?" tanya Rapunzel pada Ibunya—Mother Gothel—yang tengah menyisir rambut panjangnya.

"Dunia luar adalah tempat berbahaya. Penuh dengan orang jahat dan egois, kau harus tetap disini, tempat yang aman, kau mengerti, bungaku?" jawab Sang Ibu lembut namun tegas.

"Iya, Bu."

Beberapa tahun kemudian...

Ryder dan dua temannya pergi ke istana untuk mencuri mahkota. Berbagai rintangan mereka lalui karena prajurit istana mengejar. Dengan konyolnya Ryder menipu kedua temannya untuk menguasai mahkota itu sendiri lalu pergi ke sebuah menara di balik air terjun. Dia menghampiri dan menaiki menara tersebut.

"Akhirnya, sendiri juga."

Tiba tiba di belakang ada yang memukulnya dengan panci penggorengan yaitu Rapunzel.

"Anjir, sakit!" Azka mengadu kesakitan saat panci itu benar-benar mengenai kepalanya.

"Eh sori, sori, beneran sakit, ya?" Meisya melepaskan wig panjangnya, mendekati Azka yang meringis sambil mengusap kepala belakangnya.

"Cut!" seru Chelsea, membuat semua orang menghela napas.

"Nggak nyelo banget," ucap Azka pada Meisya.

"Hehe, sorii."

"Oke, latihan hari ini cukup sampe di sini. Makasih atas kerjasamanya."

Dengan sigap Vita mengemas semua barang-barangnya, suhu tubuhnya tidak normal karena sedari tadi dia terus berdekatan dengan Satya. Bahkan ada beberapa adegan di mana Satya memegang kedua bahunya atau menggenggam tangannya. Sungguh, itu tidak baik bagi kesehatan jantung Vita. Apalagi di hadapan orang banyak, jika diizinkan dia ingin meledak sekarang juga.

"Vit, lo jangan pulang dulu, pemeran utamanya juga jangan pulang dulu!" titah Chelsea.

"Lho? Kenapa?"

Tidak dijawab. Para pemeran pembantu sudah berpulangan. Vita dan para pemeran utama masih berada di aula, menunggu anggota kepengurusan menyimpan properti. Karena sepertinya butuh bantuan, Vita turut membantu dengan menyapu aula.

"Eh eh, jangan." Azka mengambil alih sapu, menggantikan posisi Vita menyapu sebagian sudut aula.

Dalam hati Vita bertanya-tanya mengapa Azka selalu melakukan sesuatu yang bisa membantunya.

Sepuluh menit berlalu, ruang aula sudah bersih dari berbagai sampah jajanan maupun debu. Azka meletakkan sapunya ke tumpukan sapu di ujung ruangan, kemudian berjalan menghampiri Vita yang sedari tadi memang memperhatikannya.

"Udah beres semua, jangan liatin gue gitu banget, entar suka." Dia tersenyum menggoda, dibalas Vita dengan wajah tanpa ekspresi. "Nunggu apa lagi? Ayo ngumpul." Dia berjalan melewati Vita menuju kumpulan orang-orang di depan aula.

Tears of Hope✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang