🍃Bukankah.. Jodoh itu sudah ada yang mengatur?🍃
~Rere
●●●●
Sedari tadi Rere terus ngedumel gak jelas, menurutnya dosen yang satu itu sok kecakepan. Padahalkan aslinya emang cakep, memang dasar Rere nya saja kalau sudah kesal gak bisa bedain mana yang cakep mana yang jelek.
"Ck. Tebar pesona aja terus," ucap Rere jengah sambil mencatat beberapa point penting dari materi yang diterangkan si dosen galak yang tengah berdiri di tengah-tengah ruangan.
"Kenapa sih lo? Sensi banget sama itu dosgan," bisik Carlote sepelan mungkin agar tidak terdengar oleh orang lain.
Rere menengok malas, "i don't know."
"Lha, bisa gitu ya? Lo dari tadi ngomel-ngomel tanpa sebab dong. Gimana ceritanya? Aneh lo, yang lain mah pada histeris liat muka cakep itu dosen eh.. Elo malah ogah-ogahan."
"Tau ah. Diem lo." Bisik Rere agak ketus.
Fano menghentikan aktivitasnya. Telinganya terasa panas, walaupun Rere berbicara bisik-bisikkan, tapi tetap saja Fano bisa mendengarnya.
"Khem. Kalian yang duduk di belakang." Fano menunjuk Rere dan Carlote.
Sontak keduanya menoleh, Carlote dengan jantung yang dag dig dug gak jelas dan Rere dengan muka masamnya.
"Apa yang sedang kalian bicarakan? Sepertinya, obrolan kalian lebih menarik dari materi yang sedang saya terangkan."
Carlote garuk-garuk kepala salting, "ah enggak pak. Itu.."
"Gak papa pak. Lagian bapak kepo aja mau tahu urusan orang." Serobot Rere tanpa rasa takut.
"Eh kunyuk. Lo gimana sih. Cari mati lo?" Bisik Carlote dengan bibir komat-kamit dan kakinya yang sudah menyenggol-nyenggol kaki Rere supaya Rere sadar apa yang sudah dikatakannya itu benar-benar bisa membuat mereka skakmat.
"Kamu tidak takut sama saya?" Tanya Fano geram, berani sekali gadis itu berbicara seperti itu padanya.
"Enggak tuh. Kenapa harus takut. Bapak kan makannya nasi juga, bukan besi. Apa yang perlu ditakutin?" Rere menatap Fano seolah menantang hingga tatapan keduanya bertemu. Keduanya saling melemparkan tatapan tajam.
"Ish apaan sih?" Ucap Rere jengkel karena Carlote yang terus menarik-narik lengan bajunya.
"Gak takut, kalau nilai kamu saya kurangin?" Fano menaikkan satu alisnya ke atas, ke dua tangannya sudah bersedekap dada.
Rere jadi melunak sambil nyengir kuda nil, "ehehe ya janganlah pak. Kalo itu saya takut piss." Rere mengacungkan jari telunjuk dan jari tengahnya membentuk huruf 'v', tak lupa wajah yang dibuat-buat memelas. Padahal aslinya udah mau maki-maki Fano, tapi gak berani.
"Makannya bicara yang sopan sama saya!" Peringat Fano terdengar pelan namun menusuk."Kali ini masih bisa saya maafkan. Tapi tidak untuk lain kali. Ingat, jangan diulang. Atau...." Fano menggantung ucapannya.
"Atau?" Tanya Rere yang merasa dibuat penasaran, kalau bukan dosen mungkin Rere sudah mengata-ngatai cowok di depannya itu dengan berbagai makian pedasnya.
"Atau nilai kamu di mata kuliah saya E semua."
Rere membelalakkan kedua bola matanya tak percaya. Bisa-bisanya dosen galak itu mengancamnya dengan nilai. Sungguh keterlaluan.
"Hehe iya deh pak. Gak macem-macem lagi. Janji." Rere tersenyum semanis mungkin walaupun kenyataannya cuma pura-pura, boro-boro mau senyum yang ada mau marah, kalau bisa.
Setelah puas melihat gadis di depannya menuruti dirinya, Fano kembali menerangkan materi yang belum sempat selesai karena terganggu tadi. Kelaspun menjadi hening, hanya suara bass Fano yang seolah menjadi lantunan indah bagi para kaum perempuan yang tak hentinya melempar tatapan memujanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Lecturer Is My Husband (END)
RomanceStory 1📙 Jadi, mohon maaf kalau masih agak berantakan. [belum revisi] Dijodohin itu gak ada dikamus gue. Apalagi dijodohin sama dosen yang galak seperti Fano. Dih, ogah. Bisa kebayang gak tuh kehidupan gue ke depannya? Gak jauh dan gak lebih pasti...