"Stopp."
Sam ngerem mendadak saat Rere berteriak secara tiba-tiba tepat di dekat area kupingnya. "Huft. Lo tau gak? Yang lo lakuin barusan itu baha.."
"Thank's ya, buat tumpangannya. Gue pergi sekarang. Dah." Rere langsung melengos pergi meninggalkan Sam dengan semua kekesalannya. Tapi di detik selanjutnya Sam melengkungkan bibirnya membentuk sebuah senyuman manis.
"Tingkah nyebelin lo itu yang membuat gue susah buat lupain lo, walaupun gue udah berusaha buat move on bertahun-tahun lamanya, tapi lo tetap menjadi cewek yang special di hati gue." Sam kembali melengkungkan senyum tipisnya lalu beranjak pergi dari tempatnya saat ini.
Rere sudah berlarian seperti orang yang sedang di kejar-kejar setan saja.
"Jam sebelas lewat dua puluh menit. Semangat Re, lo pasti bisa. Hosh..hosh." Sepanjang langkah tergesa-gesanya itu, sesekali Rere melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Peluh sudah mulai membanjiri wajahnya, namun Rere tak putus asa. Hanya tinggal beberapa menit lagi ia sampai di rumah..ralat mansionnya Fano.
Rere menempelkan keningnya di pintu yang menjulang tinggi di depannya. Napasnya sangat tak beraturan, mungkin karena terlalu lelah berlari.
"Hah, nyampe juga. Semoga aja Fano belum pulang. Mati aja gue kalo ternyata dia udah ada di dalem sana." Dengan napas yang masih ngos-ngosan, Rere mulai membuka pintu di hadapannya dengan tatapan horornya.Cklek.. Pintu terbuka lebar, hanya kegelapan yang menyambut indera penglihatannya.
"Kenapa lampunya mati ya? Perasaan pas gue tinggal tadi nyala. Apa.. Jangan-jangan mati lampu kali ya? Ah masa iya, rumah gedongan gini ada pemadaman listrik, kan kesannya gak elit banget. Engh, mungkin gue aja kali yang lupa udah nyalain lampu apa belum. Iya, pasti gue yang lupa ini mah. Positif thinking aja Re, semua bakalan baik-baik aja kok. Tenang, oke."
Setelah meyakinkan dirinya sendiri, Rere mulai melangkahkan kaki jenjangnya ke dalam mansion yang luas nan megah itu. Namun, terlihat seperti tak berpenghuni sama sekali dengan keadaan gelap gulita begini.
Rere berjalan sangat bahkan ekstra hati-hati, tangannya berusaha mencari saklar lampu.
"Akhirnya, ketemu juga lo ya." Rere menekan saklar lampu yang susah payah ia cari dalam keadaan gelap-gelapan. Heran, padahal punya ponsel, kenapa gak digunain buat penerangan coba?
Rere berbalik badan hendak pergi ke kamarnya.. Oh bukan kamar Fano maksudnya yang berada di lantai dua. Namun, penampakkan tak terduga yang ia lihat membuat jantungnya berpacu sangat cepat, anatara takut di omelin dan sedikit kaget karena Fano yang sudah berdiri sambil bersedekap dada di hadapannya.
Baru saja Rere akan membuka mulutnya untuk mencari alasan. Tapi, Fano lebih dulu bersuara.
"Dari mana saja kamu? Sudah selarut ini baru pulang. Apa bagus, seorang gadis keluyuran malam-malam? Bersama seorang laki-laki pula. Ck, jawab pertanyaan saya jangan hanya diam menatap saya seperti itu."
Rere meringis pelan, "gu.."
"Eits, mau bilang apa barusan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
My Lecturer Is My Husband (END)
RomanceStory 1📙 Jadi, mohon maaf kalau masih agak berantakan. [belum revisi] Dijodohin itu gak ada dikamus gue. Apalagi dijodohin sama dosen yang galak seperti Fano. Dih, ogah. Bisa kebayang gak tuh kehidupan gue ke depannya? Gak jauh dan gak lebih pasti...