Happy reading^^
Mentari sudah mulai menampakkan dirinya, namun Rere masih enggan untuk membuka kedua kelopak matanya. Berada dalam selimut yang tebal saat cuaca lumayan dingin seperti ini membuatnya malas untuk kemana-mana, tertidur sepanjang hari sepertinya menyenangkan. Ya, akan menyenangkan jika saja benda sialan itu tidak mengusik ketenangannya. Dengan malas, Rere meraba-raba jam weker yang ada di atas nakas di samping tempat tidurnya. Rere mulai membuka kedua matanya saat jam itu sudah berada dalam genggamannya. Matanya terbelalak sempurna begitu melihat jarum jam yang sudah menunjukkan pukul delapan lewat lima belas menit.
"MAMPUS." Teriaknya dengan tubuh yang sudah terduduk di atas kasur."Hari ini kan.." jeda sesaat, "kyaaaa, gue gak boleh sampe ketinggalan matkulnya bapak berkepala plontos yang galaknya melebihi Fano bin pelit nilai itu."
Rere menggeleng-gelengkan kepalaya. "Gak. Tenang Re, masih ada waktu dua puluh menitan lagi. Ya, gue pasti bisa sampai ke kampus dan mengikuti matkul pak Joko dalam waktu dua puluh menit. Bisa gak bisa harus gue bisa-bisain, semangat." Ucapnya menyemangati diri sendiri sambil meloncat dari atas tempat tidur. Tujuan utamanya adalah kamar mandi. Hanya butuh waktu lima menit untuk bersiap-siap, kini Rere sudah siap dengan pakaian alakadarnya. Jangankan untuk dandan, mandi pun tidak, Rere tak punya banyak waktu untuk melakukan semua itu, bisa cuci muka dan menggosok gigi saja sudah bisa dibilang keberuntungan dalam keadaan genting seperti ini.
Rere begitu tergesa menuruni anak tangga tanpa memperhatikan sekitarnya.
"Khem. Sepertinya kamu sedang terburu-buru sekali ya? Sampai tidak menyapa saya sama sekali."
Rere menghentikan langkahnya di ambang pintu, menoleh ke belakang, di sana di atas sofa Fano sedang duduk santai dengan secangkir kopi di tangannya. Laki-laki itu terlihat sangat menikmati kopinya. Sialan, disaat Rere sedang terburu-buru seperti ini Fano malah terlihat santai sekali.
"Ya, itu tau." Rere akan kembali melangkah, namun Fano kembali bersuara.
"Tunggu!"
"Apalagi? Aku udah telat banget ini. Kamu kan tau kalau pak Joko itu galak sama pelit nilai, bisa-bisa aku gak lulus cuman gara-gara gak masuk matkulnya dia." Rere menatap Fano malas. Tidak bisakah laki-laki itu tak mengganggunya sekarang? Rere tidak punya banyak waktu untuk meladeninya.
"Saya antar kamu, ya." Ucap Fano yang sudah menaruh cangkir kopinya ke atas meja bundar di hadapannya. Fano segera berdiri, mengenakan jaket levis yang ada di atas sandaran sofa lalu meraih kunci mobil yang ada di atas meja.
"Eum, bukannya hari ini kamu gak ngajar ya?"
"Memang tidak ada. Saya hanya ingin mengantar istri saya, apakah tidak boleh?"
Rere mendongak, menatap Fano yang sudah berdiri di hadapannya. "Boleh sih..eh eh pelan-pelan bisa kan." Oceh Rere saat Fano tiba-tiba menarik tangannya, menyeretnya ke luar.
"Bukannya kamu sedang terburu-buru, huh?" Fano membukakan pintu mobilnya untuk Rere lalu mendorong gadis itu agar segera masuk ke dalam.
"Iya."
****
"Duh, bisa lebih cepat lagi gak sih? Aku udah telat banget ini. Tinggal delapan menit lagi." Sepanjang perjalanan Rere terus mengoceh meminta Fano untuk mempercepat laju mobilnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Lecturer Is My Husband (END)
RomanceStory 1📙 Jadi, mohon maaf kalau masih agak berantakan. [belum revisi] Dijodohin itu gak ada dikamus gue. Apalagi dijodohin sama dosen yang galak seperti Fano. Dih, ogah. Bisa kebayang gak tuh kehidupan gue ke depannya? Gak jauh dan gak lebih pasti...