Chapter 5

13.3K 644 0
                                    

🍃Jangan menilai orang dari luar. Karena cover, bisa saja menipu🍃
••••

Pagi-pagi sekali Rere sudah berangkat ke kampusnya. Padahal, ini baru jam delapan pagi. Bukan tanpa alasan ia berangkat sepagi itu, ini semua karena ulah Fano yang memintanya untuk datang ke kampus--eh ralat, bukan meminta, lebih tepatnya mengancam.

Kalau saja Rere tidak menyayangi nilainya, mungkin Rere tak akan datang dan memilih untuk melanjutkan tidurnya yang sempat terganggu.

Di koridor kampus yang masih terlihat lenggang, Rere menghentak-hentakkan kakinya ke lantai dan disertai omelan-omelan ngelantur yang ditunjukkan untuk Fano. Baru menjadi dosen selama dua hari saja kelakuannya sudah sangat menjengkelkan, apalagi kalau sudah berbulan-bulan lamanya.

"Kok merinding ya." Rere melihat sekelilingnya ngeri.

"Huftt. Mikir apaan sih gue. Yakali disiang bolong gini ada SETAN." Rere menekankan kata setan saat tanpa sengaja matanya melihat siluet cowok jangkung yang baru saja memasuki ruangan dosen.

Tidak salah lagi, itu pasti si dosen galak. Rere membatin.

"Nah, kalau bentukkan setannya kayak gitu, baru gue percaya--ups, bhaha." Rere tertawa jahat selama beberapa detik sebelum kakinya mulai melangkah, mengejar Fano ke ruangannya.

Tok..tok..tok..

Rere mengetuk pintu di depannya sebanyak tiga kali.

"Masuk."

Terdengar sahutan dari dalam.

"Huft." Rere menghembuskan napas pelan. Tangannya mulai memutar knop pintu berwarna gold itu perlahan-lahan.

Ceklek..

Pintu terbuka, menampilkan Fano yang sudah berkutat dengan setumpuk kertas di atas mejanya. Rere diam mematung. Gilak, kok ganteng banget ya--eh? Dengan setengah kesadaran yang masih tersisa, Rere mulai melangkah mendekati Fano.

"Khem. Maaf pak, kenapa bapak menyuruh saya ke kampus sepagi ini?" Rere memilin jemari tangannya grogi.

Kalau memakai kacamata seperti itu, Fano terlihat berbeda, terlihat lebih tampan, Rere saja sampai dibuat linglung, apalagi yang baca muehehe.

"Duduk!" Ucap Fano tanpa melihat lawan bicaranya.

Rere menurut, ia duduk di kursi yang disediakan, tepat di depan Fano.

30 menit kemudian

Rere masih sabar menunggu.

1 jam kemudian

Rere sudah mulai terlihat bosan, kesal, rasanya Rere ingin menjambak rambut hitam legam Fano sampai rontok tak bersisa.

Dua jam kemudian

Brak..

Rere menggebrak meja dihadapannya.
Kesabarannya benar-benar diuji. Kalau tidak ingin berbicara apapun, kenapa Fano harus memanggilnya ke ruangan itu? Membuang-buang waktunya saja.

Fano mendongak saat gebrakan di meja berhasil mengagetkannya. Fano mengelus-elus dadanya pelan. Manik kelamnya beralih menata Rere yang sudah berdiri dengan wajah emosi.

"Udah dua jam, saya duduk di sini. Tapi, pak Fano gak ngomong apa-apa. DUA JAM lho pak ini, bukan dua menit."

Fano menaikkan sebelah alisnya saat Rere melayangkan tatapan tajam padanya. "Ada masalah?" Fano justru bertanya tanpa beban.

My Lecturer Is My Husband (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang