Rere pov
Fano sungguh menepati janjinya kemarin. Hari ini dia benar-benar membawaku pergi ke pantai. Pantai dengan udara sejuk yang membuatku betah memandangi luasnya air laut di hadapanku. Begitu banyak ombak yang sangat menakjupkan. Ah, indahnya. Aku memang suka memandangi lautan luas seperti saat ini.
"Apa kamu senang?"
Tanpa menoleh pun aku tau bahwa itu suara Fano.
"Hu'um." Gumamku singkat dengan seulas senyum tipis yang terbit di bibirku. Senyumku semakin lebar saat Fano memeluk ku dari belakang. Ah, dasar Fano paling bisa bikin aku baper dengan tingkah kecil seperti ini.
"Fan, lepasin malu kalau ada yang liat." Cicitku pelan. Namun bukannya melepas pelukkannya di tubuhku, Fano justru malah semakin mengeratkan pelukkannya.
"Biarin. Biar mereka tau bahwa kamu punya saya." Ucap Fano tepat di dekat telinga kanan ku dengan hembusan napasnya yang menerpa leher jenjangku. Damn! Rasanya itu kayak ada semacam sengatan listrik, tubuhku mendadak merinding bukan main.
Kekehan kecil keluar dari mulut Fano, aku sampai menautkan kedua alisku bingung. Namun kebingunganku terjawab saat Fano berujar menyebalkan.
"Ciee pipi kamu merah." Ucapnya menjengkelkan. "Eum, sepertinya kamu sakit. Apa tidak sebaiknya kita pulang?" Ledeknya disertai kekehan kecil yang bikin aku gemas pengen nampol wajah tampannya itu. Tapi jangan deh, sayang, entar kegantengannya berkurang. Muehehe.
"Apa sih. Udah sana minggir." Ucapku pura-pura ketus sambil melepaskan diri dari dekapan hangatnya. Sebenarnya masih betah sih, cuma ya itu, aku malu jadi pusat perhatian pengunjung pantai lainnya yang menatap ke arah kami berdua dengan berbagai macam ekspresi. Huh, menyebalkan.
"Katanya kamu mau beliin aku kelapa muda. Tapi mana? Kok gak bawa?" Aku menagih kelapa muda pesananku yang seharusnya Fano bawa saat kembali tadi.
"Ada. Tapi bukan di sini." Ucap Fano sambil menatap manik hazelku. Tak lupa seulas senyum manis yang dia tunjukkan padaku.
Deg..
Please deh, jantung. Jangan bikin aku malu di depan Fano. Dapat ku pastikan kedua pipiku pasti sudah kembali memerah seperti tomat. Siapapun itu, please help me. Aku gak kuat kalau harus melihat senyum menawan itu, bawaannya bikin jantung ini jedag jedug gak karuan.
"Ayo. Saya sudah siapkan tempat special untuk wanita special dalam hidup saya." Fano mengamit tangan kanan ku membuat lamunanku buyar seketika. Aku mengikuti langkah lebarnya dengan wajah menunduk, malu. Baru kali ini Fano memperlakukan aku se-sweet ini. Mari kita lihat kira-kira tempat special seperti apa yang suamiku ini siapkan, untukku katanya.
"Mata kamu saya tutup dulu ya." Fano berbalik menghadapku. Aku hanya mengangguk kecil sebagai jawaban 'iya'. Fano mulai menutup kedua mataku dengan kain hitam yang dia ambil dari balik saku celananya.
"Baiklah. Ayo, saya akan menuntun kamu."
Aku kembali mengangguk dengan seulas senyum tipis yang tak mampu ku sembunyikan. Fano mulai memapahku entah ke mana. Aku jadi semakin penasaran kira-kira pria yang dulunya cold ini akan membawaku ke mana. Tidak masalah, aku tidak takut berjalan walaupun dalam keadaan mata tertutup seperti ini, karena selama Fano berada di sampingku, aku yakin dia akan menjadi mata yang baik untukku.

KAMU SEDANG MEMBACA
My Lecturer Is My Husband (END)
RomanceStory 1📙 Jadi, mohon maaf kalau masih agak berantakan. [belum revisi] Dijodohin itu gak ada dikamus gue. Apalagi dijodohin sama dosen yang galak seperti Fano. Dih, ogah. Bisa kebayang gak tuh kehidupan gue ke depannya? Gak jauh dan gak lebih pasti...