Satu bulan telah berlalu begitu cepat dan hubungan keduanya pun semakin dekat. Rere yang sudah cinta pake banget sama suaminya itu sudah tidak malu-malu lagi menunjukkan rasa sukanya ke Fano. Sementara Fano, si dosen cold itu tampaknya sudah tak sekaku dulu. Pria itu lebih mudah tersenyum, tapi walaupun begitu sikap angkuhnya masih tetap melekat pada dirinya seolah tak mau lepas layaknya lem sama kertas. Lengket banget pokoknya.
Rere melebarkan senyum termanisnya, ia melambai-lambaikan tangan kanannya ke pria yang tengah duduk manis menunggu kedatangannya di kursi panjang yang ada di pinggir jalan.
"Hehe, lama ya." Ucap Rere basa basi yang ternyata malah berujung basi, karena pasalnya pria di depannya itu malah menatapnya dengan wajah datar yang suka bikin kesal dirinya.
Dengan gerakkan ringan Fano mengangkat tangan kirinya yang dilingkari jam tangan branded favoritnya itu. Ia melihat jarum jam yang sudah menunjukkan pukul dua siang. "Lima menit. Kamu telat lima menit. Asal kamu tau saja, dalam waktu lima menit yang terbuang sia-sia itu saya bisa memeriksa dua tugas mahasiswa yang harus saya periksa."
Rere memutar bola matanya malas, kemudian ia ikut duduk di sebelah Fano dan dengan tak tau malunya ia sudah bergelayut manja di lengan kanan suaminya itu. Benar-benar tidak melihat tempat, di tempat umum seperti ini ia malah bertingkah manja layaknya pasutri baru, padahal jika diterawang lagi mereka sudah menikah tujuh bulan lebihan. Namun, sepertinya Fano tak risih dengan kelakuan manja istrinya itu. Fano justru malah balik mendekap tubuh mungil Rere dalam dekapan hangatnya.
"Fan." Panggil Rere yang masih betah dalam dekapan Fano.
"Hmm." Gumam Fano sebagai tanggapan. Mata elangnya menatap wajah Rere yang tengah mendongak menatapnya. Cantik. Mau bagaimana pun penampilan Rere, sejelek apapun istrinya itu di mata orang lain, tapi di matanya Rere adalah gadis tercantik yang berhasil mencuri hatinya.
"Aku cintaaaaaa banget sama kamu. Hehe, muach." Lihat, urat malunya sepertinya memang benar-benar sudah putus. Di tempat umum yang banyak berlalu lalang orang lewat dengan tak tau malunya Rere mencium pipi kanan suaminya. Rere terkekeh pelan saat menyadari perubahan wajah suaminya, wajah Fano tampak membeku dengan guratan merah yang sedikit kentara. Sangat tampan. Ah, Rere semakin mencintainya saja jika ekspresinya semenggemaskan itu.
"Loh. Kok wajah kamu merah gitu sih." Ucap Rere dibuat-buat kaget. Ia sudah melepaskan diri dari dekapan Fano sebelumnya. "Ciee yang lagi blusing. Muehehe." Dengan lancangnya Rere mencolek dagu Fano menggunakan jari telunjuknya. Ia tertawa kencang saat wajah Fano semakin terlihat memerah. Rere menghentikan tawanya saat menyadari Fano yang sudah melengos pergi meninggalkannya sendirian. Daripada disangka orang gak waras yang ketawa-ketawa sendirian, Rere segera mengejar suaminya, mensejajarkan langkah mereka.
"Ish, kamu marah ya? Maaf, tadi itu aku cuma bercanda."
"Bercanda kamu krik banget." Acuh Fano yang sudah duduk manis di dalam mobil sport kesayangannya. Saking sayangnya sama itu mobil, hampir setiap hari dicuci, biar glowing katanya. Harusnyakan kalau suami-suami pada umumnya yang di sayang itu istrinya, dibelajain ini lah itu lah, di suruh nyalon kek biar lebih kelihatan wow gitu, eh ini malah mobil. Sebenarnya, yang istrinya Fano itu Rere atau mobil sih? Heran deh, punya suami kok lebih sayang sama mobil ketimbang istrinya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Lecturer Is My Husband (END)
RomanceStory 1📙 Jadi, mohon maaf kalau masih agak berantakan. [belum revisi] Dijodohin itu gak ada dikamus gue. Apalagi dijodohin sama dosen yang galak seperti Fano. Dih, ogah. Bisa kebayang gak tuh kehidupan gue ke depannya? Gak jauh dan gak lebih pasti...