Rere menekuk wajahnya semakin dalam saat lagi-lagi kesialan dalam hidupnya ini terus bertambah. Tadi pagi, Fano yang terus mengganggunya dengan tingkah super kepedeannya itu dan sekarang si rese Samuel Sarkein. Cowok jangkung itu terus mengekori setiap langkahnya. Rere menghentikan langkahnya saat Sam berujar cukup lantang yang sukses mencuri perhatian semua orang yang berada di lorong fakultas management.
"Re, gue masih sayang sama lo. Gue masih cinta. Selama beberapa tahun terakhir ini gue udah berusaha buat lupain lo, kenangan tentang lo, kenangan manis yang pernah lo berikan buat gue dan gue udah berusaha buat gak mencintai lo lagi." Sam berjalan satu langkah ke hadapan Rere, kini keduanya saling berhadapan. Tapi, Rere masih menundukkan kepalanya. "Dan pada akhirnya, gue gak bisa lupain lo dan semua kenangan yang begitu berkesan manis di hidup gue. Gue mohon, tolong kasih gue satu kesempatan lagi." Lanjut Sam dengan wajah memerah menahan tangis sedihnya. Tapi, Sam tak mungkin menangis. Sam tak mau terlihat lemah di depan cewek yang masih menempati separuh ruang dalam hatinya ini.
"Gue janji, gue bakal memperbaiki semuanya. Gue bakal menebus semua kesalahan yang udah gue perbuat sama lo, sama perasaan lo yang udah gue lukain dulu. Gue mohon, tolong Re, please." Sam menyatukan kedua tangannya di depan dada bidangnya berharap gadis di depannya ini mau memaafkan semua kesalahannya dulu.
"Maaf." Akhirnya suara serak itu lolos dari bibir ranum Rere. "Gue gak bisa." Rere memberanikan diri untuk mendongakkan kepalanya, menatap langsung ke manik mata teduh milik Sam. Sorot mata itu, sorot mata yang begitu ia sukai dulu dan begitu ia rindukan. Air matanya luruh tanpa ia sadari.
Sam yang melihatnya pun segera menghapus air mata itu dengan tangannya.
"Kenapa?" Sam berujar dengan suara tak kalah serak. Matanya menatap Rere begitu teduh namun menyiratkan begitu banyak luka yang terpendam. Tangannya membingkai wajah Rere begitu lembut.
"Ka-karna, karena semua sudah tak seperti dulu lagi. Kita udah gak mungkin bersama." Ucap Rere dalam satu kali tarikan napas. Jujur sebernarnya, Rere tak sanggup untuk mengatakan kalimat itu.
"Kenapa gak mungkin? Selama masih ada kemungkinan kenapa kita harus menyerah? Re, lo liat gue baik-baik." Sam beralih menggenggam kedua tangan mungil Rere yang begitu dingin dalam genggamannya. "Gue emang salah. Gue salah banget karena gue udah ngehianatin lo. Tapi semua itu gak seperti yang lo lihat dan lo pikirkan. Gue sama dia gak ada hubungan apa-apa. Dia cuman mau buat lo cemburu dan akhirnya ninggalin gue dengan asumsi bahwa gue yang udah ngehianatin lo. Re, gue sama sekali gak pernah suka sama cewek itu apalagi sampe ngehianatin lo. Dia, cewek itu yang suka sama gue. Dia yang selalu ngejar-ngejar gue walaupun udah gue tolak berkali-kali. Please percaya sama gue, gue gak pernah hianatin lo. Selama beberapa tahun terakhir ini, gue gak pernah biarin cewek lain buat ngedeketin gue apalagi hati gue. Karena bagi gue, cuman lo satu-satunya cewek yang pantes buat gue dan buat nempatin hati gue sepenuhnya. Maaf." Sam menunduk, mencoba untuk menyembunyikan kesedihannya dari gadis pujaannya ini.
Rere melepaskan tangannya dari genggaman tangan besar Sam. Lagi-lagi air matanya lolos tanpa ia minta. Penjelasan sam beberapa detik yang lalu terus terngiang-ngiang di dalam benaknya. Membuatnya mengingat kembali kenangan manis dan pahit yang sudah ia lalui bersama cowok ini, Samuel Arkein. "Sam, sebelum lo minta maaf, gue udah maafin lo dari dulu."
Mendengar itu, Sam mendongakkan wajahnya menatap Rere dengan seulas senyum di bibirnya. "Really?" Ujarnya memastikan.
"Of course."
Prok..prok..prok..
Keduanya diam saling pandang lalu menoleh secara bersamaan ke sumber suara. Sam menampilkan cengiran khasnya saat mendapati Fano yang sudah berdiri di dekat mereka. Sedangkan Rere sudah membekap mulutnya syok dengan mata yang terbelalak sempurna.
Mampus gue. Duh, itu dosen galak pasti bakalan ngomelin gue habis-habisan. Mana tatapannya tajem banget lagi. Semoga saja Fano tak mendengar semua percakapan gue sama Sam tadi. Ucap Rere dalam hati. Tangannya sudah saling bertautan, gugup yang dirasakannya membuat Rere tak bisa berkata-kata selain diam mematung seperti manekin hidup.
"Bagus ya. Bukannya masuk malah enak-enakkan pacaran di sini." Ujar Fano begitu sarkas dan terasa menusuk di kuping Rere. Rere mulai menerka-nerka, mungkinkah Fano cemburu pada Sam? Ah, tapi itu tidak mungkin. Seorang Fano tak mungkin cemburu. Cemburu padanya?
"Emuehehe maaf, pak." Sam menggaruk belakang kepalanya salting.
"Hemm," gumam Fano sambil berlalu ke dalam ruangan disusul Sam yang menyeret tangan Rere agar ikut masuk dengannya.
Satu jam kemudian..
"Sejauh ini, apa ada yang ingin ditanyakan?" Fano duduk di meja kebesarannya dengan tangan menopang dagu. Semua siswi menjerit tertahan, pesona Fano sang dosen muda itu memang tak bisa diragukan lagi. Fano menatap Rere dengan sorot mata tajamnya. Kejadian tadi membuatnya benar-benar kesal dan..cemburu, maybe?!
Rere yang menyadari tatapan horor dari Fano segera mengalihkan tatapannya, tak mau jika semua orang curiga dan lagi Fano menatapnya seakan ingin memakannya saja, Rere merinding sendiri.
Sam menoleh menatap Rere, "kenapa?"
Namun, Rere tak menjawab.
"Re, lo..kenapa?"
Rere tersentak kaget saat Sam menyentuh bahunya. "Eumh, gak. Gue gak papa." Rere melihat ke depan, pada Fano. Rere mengernyitkan alisnya saat Fano menggerakkan bibirnya tanpa suara seakan sedang berucap sesuatu padanya. Kemudian Rere tersadar, mungkikah..ouh Rere kau bodoh sekali. Dengan gerakkan kilat, Rere menepis tangan Fano yang masih nangkring di bahunya. "Sorry. Gak enak kalo diliat orang."
Sam memaklumi dan malah tersenyum manis.
Fano kesal bukan main. Tangannya sudah mengepal ingin menonjok wajah tengil Sam yang terus mendekati istrinya itu. Namun, Fano harus menahan kekesalannya. Jangan sampai ia lost kontrol dan membuat imagenya buruk di depan semua mahasiswanya.
"Re, lo tau gak?" Bisik Sam yang tak lepas dari pengawasan Fano.
Fano berdecak kesal karena tak dapat mendengar apa yang bocah tengil itu bisikkan pada istrinya.
"Kagaklah bege. Kan belom lo kasih tau." Ketus Rere jengah.
"Hehe, iya juga sih." Sam menggaruk belakang kepalanya salting.
"Aneh."
"Aneh-aneh gini, tapi lo suka kan? Udahlah gak usah lo jawab. Gue tau kok jawabannya, hehe." Sam tersenyum kelewat manis, saking manisnya rasanya Rere ingin menggeplak kepala cowok jangkung ini dengan kapak. Wajahnya saja yang ganteng, tapi kelakuannya bikin gedeg.
"Dih, paan sih lo. Gaje," Rere mengatur pernapasannya. Berbicara dengan cowok modelan Sam itu butuh kesabaran ekstra. Selain suka senyum-senyum kek orgil Sam itu tergolong ke dalam spesies orang yang super nyebelin, seperti Fano contohnya ups, emuehehe.
°°°°
Bersambung^^
KAMU SEDANG MEMBACA
My Lecturer Is My Husband (END)
RomanceStory 1📙 Jadi, mohon maaf kalau masih agak berantakan. [belum revisi] Dijodohin itu gak ada dikamus gue. Apalagi dijodohin sama dosen yang galak seperti Fano. Dih, ogah. Bisa kebayang gak tuh kehidupan gue ke depannya? Gak jauh dan gak lebih pasti...