Fano menjatuhkan tubuhnya di atas sofa saking capeknya memenuhi kemauan aneh sang istri. Contohnya saja beberapa jam yang lalu Rere merengek ingin makan bakso tapi di kedai soto betawi. Kan aneh. Tapi demi anaknya yang gak boleh ileran, dengan terpaksa dan malunya bukan main Fano menuruti kemauan Rere membelikan bakso lalu membawanya ke kedai soto. Untung saja Rere memakan pesanannya tanpa banyak komentar 'maaf, tapi aku nya udah gak kepengen'. Untungnya lagi kalimat kramat yang bisa bikin Fano geram itu gak terucap dari bibir ranum menggoda itu--eh astagfirullah. Sadar Fan, gak boleh mikir yang iya-iya.
Tuhkan, baru juga duduk Rere sudah datang menghampiri lagi. Fano mengubah duduknya jadi lebih tegak, gak senderan kayak tadi. Ceritanya lagi nyiapin tenaga buat mendengar permintaan ajaib Rere lalu memenuhinya.
"Kenapa, hm? Apa masih mau makan sesuatu?" Tanya Fano lembut sambil membelai wajah cantik Rere yang sudah duduk di sebelahnya.
Rere menggeleng pelan sambil menduselkan wajahnya di dada bidang Fano.
"Lalu, istri saya yang lagi manja ini mau apa, hm?"
"Ish, sakit." Protes Rere tak terima saat Fano mencubit kedua pipinya.
"Fan?" Panggil Rere sambil menatap Fano yang sedang sibuk mengelusi kepalanya. Nyaman, Rere suka saat Fano mengelus kepalanya seperti ini. Pria yang dulunya Rere anggap nyebelin ternyata makin ke sini makin bikin Rere nyaman.
"Hm." Gumam Fano sebagai tanggapan.
Rere mengerjap lucu ketika tatapan keduanya bertemu. "Aku mau kelapa muda."
Fano tersenyum tipis, namun gelagat aneh Rere membuat Fano memasang alarm tanda waspada. "Eum, oke. Kalau begitu saya akan--"
"Tapi aku maunya kamu yang manjat pohon kelapanya langsung. Ya ya ya ya, please." Serobot Rere sebelum Fano selesai dengan ucapannya.
Di tempatnya, Fano meneguk ludahnya kasar. Tuhkan, permintaan Rere selalu bikin Fano mati kutu. Manjat pohon kelapa katanya. Kemarin aja pas manjat pohon mangga yang gak tinggi-tinggi banget Fano gak bisa turun. Lah ini, pohon kelapa yang menjulang tinggi bak tiang listrik. Gimana Fano manjatnya coba? Kalaupun bisa manjat, Fano jamin gak bakal bisa turun. Diketawain-diketawain deh sama yang lihat.
"Fan, kamu dengerin aku kan?" Tanya Rere memastikan saat tak mendapatkan tanggapan dari Fano.
Fano terkesiap dari lamunannya, membayangkan bagaimana jadinya jika ia manjat pohon kelapa. Mampus deh. Fano kan gak ahli dalam bidang manjat-memanjat. "Eh, iya-iya. Aku dengerin kok. Tapi--" Fano menggantungkan kalimatnya, memandang Rere dengan perasaan was-was.
"Tapi apa?" Tanya Rere cepat.
"Eum, kamu kan tau kalau saya gak bisa manjat--" ucap Fano hati-hati sambil terus menatap Rere yang setia menunggu kelanjutan ucapannya.
"Lalu?" Tanya Rere gak sabaran. Abisnya Fano lama sih. Mau ngomong aja susah banget. Gak tau apa Rere udah gak sabar pengen minum air kelapa hasil manjat suaminya tercinta itu.
"Bagaimana kalau kelapanya saya beli saja? Tapi tenang aja." Belum juga selesai bicara, eh sudah dapat pelototan pedas dari Rere. "Kita minum kelapanya di pantai. Gimana?" Lanjut Fano, lebih tepatnya lagi berusaha buat nego.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Lecturer Is My Husband (END)
RomansaStory 1📙 Jadi, mohon maaf kalau masih agak berantakan. [belum revisi] Dijodohin itu gak ada dikamus gue. Apalagi dijodohin sama dosen yang galak seperti Fano. Dih, ogah. Bisa kebayang gak tuh kehidupan gue ke depannya? Gak jauh dan gak lebih pasti...