"Kumpulkan tugas yang kemarin saya minta. Se-ka-ra-ng juga." Ujar pria berwajah angkuh yang membuat semua mahasiswa/i nya yang berada di dalam ruangan itu mendadak menelan ludah secara serempak. Fano berdiri dari kursi kebesarannya, mengitari meja persegi itu lalu berdiri sambil bersedekap dada di depan ruangan. Mata tajamnya meneliti semua makhluk di dalam ruangan itu secara bergantian. Kemudian, smirk muncul di wajah tampannya ketika tatapannya terkunci pada satu objek. Objek yang ia tatap tampak memutar bola matanya malas. Tidak sopan memang, tapi ia menyukainya.
"Kenapa masih diam? Cepat, kumpulkan di meja saya." Ulangnya dengan intonasi suara yang lebih tegas dari sebelumnya. Fano tersenyum senang, saat satu persatu dari mereka mulai maju mengumpulkan tugasnya masing-masing di mejanya. Kini, ia kembali menatap gadisnya yang tampak kebingungan mencari sesuatu. Wajah cantik itu menampilkan ekspresi yang berbeda saat tak menemukan apa yang dicarinya.
"Duh, kemana ya? Perasaan udah gue masukin ke dalam tas kok." Rere mengacak-acak tas jinjing yang sengaja ia bawa untuk menyimpan beberapa buku yang lumayan tebal. "Tapi kok, gak ada. Kemana sih?"
"Nyari apa, hm?"
Rere menoleh menatap Sam yang sudah duduk lagi di kursinya. Ya, tadi ia meminta Sam untuk mengumpulkan tugasnya duluan. Tapi sekarang, lihatlah, kemana perginya tugas sialan itu? Tidak mungkin bukan tugasnya jalan sendiri lalu kabur? Sangat tak masuk akal. Baiklah-baiklah ia harus tetap tenang, mungkin saja tugasnya jatuh ke bawah karena ia mengubrak-abrik tasnya. Rere menunduk untuk memastikan bahwa dugaannya benar. Tapi nihil, ia bahkan tak menemukan selembar kertas pun. "Argh, kemana perginya sih? Udah gue masukkin kok tadi." Rere menjambak rambutnya frustasi, ia bingung harus mencarinya kemana lagi.
"Khem. Apakah ada yang tidak mengumpulkan?"
Suara Fano terdengar menusuk di gendang telinga Rere. Duh mampus gue. Gumamnya. Rere menatap sekelilingnya, semua orang terlihat celingukkan kebingungan. Ingin sekali ia menghilang detik ini juga, sepertinya hanya ia yang tak mengumpulkan tugas.
"Nona Rere, apa anda tidak mengumpulkan tugas?"
Rere memelototkan kedua bola matanya kaget ketika Fano menyebutkan namanya. Ragu-ragu ia mendongak, menatap dosen angkuh di depan sana.
Glup..
Rere menelan ludahnya kasar. Pria itu tengah menatapnya tajam dengan ekspresi yang tak terbaca. Oh tidak, apa yang harus ia lakukan sekarang. Ia merasakan firasat yang tidak baik akan menimpanya. Terkutuklah kau dosen sialan, andai saja ia bisa melontarkan kalimat itu dari bibirnya secara langsung. Sayangnya, ia tak mempunyai nyali untuk melakukannya. Rere menghembuskan napas pasrah, sudahlah mungkin ini sudah menjadi nasibnya. Sudah bersusah payah mengerjakan giliran mau dikumpulkan eh, malah ngilang gitu aja kayak dedemit.
"Maaf, pak." Rere menunduk sebentar, mengatur pernapasannya agar suaranya terdengar sebaik mungkin. Jujur, rasanya ia kepengen nangis aja kalau bisa.
"Untuk?" Pelan namun terdengar sinis.
Giliran di rumah aja manis plus nyebelin.
"Um, sebenarnya saya udah ngerjain kok pak, suer." Rere mengangkat jari tengah dan jari telunjuknya membentuk huruf V. Hanya ingin menegaskan bahwa ia benar-benar jujur tanpa ada unsur kebohongan sama sekali.
![](https://img.wattpad.com/cover/280326602-288-k197770.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
My Lecturer Is My Husband (END)
Любовные романыStory 1📙 Jadi, mohon maaf kalau masih agak berantakan. [belum revisi] Dijodohin itu gak ada dikamus gue. Apalagi dijodohin sama dosen yang galak seperti Fano. Dih, ogah. Bisa kebayang gak tuh kehidupan gue ke depannya? Gak jauh dan gak lebih pasti...