Satu bulan telah berlalu. Hubungan Rere dan Fano bisa dikatakan semakin meningkat. Rere yang sudah membuang rasa gengsinya jauh-jauh. Sementara Fano yang semakin perhatian ke Rere.
"Fan, menurut kamu, aku bagusan pake rok atau celana?" Tanya Rere dengan ke dua tangannya yang memegang rok mini di atas lutut dan celana jeans panjang. Saat ini Rere tengah bersiap seperti hari-hari sebelumnya, yaps pergi ngampus. Tapi entah kenapa Rere iseng aja gitu mau godain suaminya dulu dengan alibi minta dipilihkan rok atau celana. Ya, Rere sengaja milih celana jeans panjang karena Rere memang akan memakainya. Sementara rok mini itu hanya keisengannya saja, ingin tau reaksi Fano seperti apa saat melihat rok kekurangan bahan itu. Haha, pasti kyut deh mukanya.
Rere meringis pelan saat mendapatkan pelototan tak sedap dari Fano.
"Buang rok kekurangan bahan itu. Saya tidak mau melihatnya lagi."
"Loh, kok dibuang sih? Kan sayang." Rere sekuat mungkin menahan bibirnya agar tidak tersenyum. Tatapan membunuh itu bukan membuatnya takut, tapi malah sebaliknya.
"Saya lebih sayang dan gak rela kalau aurat kamu dilihat oleh pria hidung belang di luaran sana." Ucap Fano penuh intimidasi sambil berdiri dari atas kasur dengan tangan kanannya yang menenteng tas kerja. "Cepat bersiap. Saya tunggu kamu di bawah."
"Pftt--HAHAHAHA. Mukanya kocak banget sumpah." Rere tak kuasa menahan tawanya ketika tubuh tegap suaminya sudah tak terlihat lagi oleh jangkauan matanya. "Jadi makin cinta deh." Gumam Rere pelan dengan wajah yang bersemu merah. Ah, tidak ada yang lebih membahagiakan dari ini.
Tak butuh waktu lama untuk bersiap, kini Rere sudah berjalan menghampiri Fano yang tengah duduk menunggunya di atas sofa ruang tamu.
"Skuy. Kita otw kampus. Muehehe." Lagi-lagi Rere mendapat pelototan tak sedap dari Fano. Heran deh, dari tadi pagi kelakuan Fano bikin Rere bingung sendiri. Gak biasanya kayak gitu, nyebelin kayak dulu.
"Hm." Gumam Fano sambil berdiri lalu melenggang pergi ke garasi tempat mobilnya terparkir. Sementara Rere hanya mengekori dari belakang.
"Kita sarapan dulu ya." Ujar Fano yang sudah menepikan mobilnya di depan sebuah cafe yang masih terlihat sepi. Mungkin karena ini masih pagi jadi pengunjung belum pada bangun. Fano nya saja yang maksa Rere buat ngampus pagi-pagi dan alhasil mereka berdua gak sempat sarapan di rumah.
Setelah duduk manis di sebuah meja yang terletak di dekat jendela besar yang menyuguhkan langsung pemandangan jalan yang gak terlalu padat pengunjung, Fano langsung memesan menu untuk keduanya sarapan pagi ini. Satu cangkir kopi hitam, satu gelas susu cokelat, dan beberapa menu lainnya.
Rere mendengus tak suka saat melihat gelas yang berisi susu cokelat panas itu diletakkan di hadapannya. "Kok susu cokelat sih?"
Fano yang akan menikmati kopi hitam kesukaannya pun gak jadi minum. Fano kembali meletakkan cangkir itu ke atas meja lalu tatapannya beralih memandang wajah cemberut istrinya. "Huft, terus kamu maunya apa? Hm." Tanya Fano dengan suara selembut kapas.
"Itu." Dengan polosnya Rere menunjuk cangkir milik Fano. Ya, Rere menginginkan kopi itu. Begitu mencium wangi kopi yang menguar di indera penciumannya, Rere merasa ingin sekali meminumnya. Pasti sangat nikmat.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Lecturer Is My Husband (END)
RomanceStory 1📙 Jadi, mohon maaf kalau masih agak berantakan. [belum revisi] Dijodohin itu gak ada dikamus gue. Apalagi dijodohin sama dosen yang galak seperti Fano. Dih, ogah. Bisa kebayang gak tuh kehidupan gue ke depannya? Gak jauh dan gak lebih pasti...