🍃Karena bersamamu waktu berlalu tanpa ku sadari. Begitu cepat, hingga aku gak sadar jika hati ini telah berlabuh sepenuhnya ke kamu, dosen galak, pria angkuh, suamiku. I love you, more.
~Rere🍃••••
Pagi-pagi sekali Fano sudah membangunkan Rere untuk joging keliling komplek. Gak biasanyakan Fano mau membuang-buang waktunya buat olahraga gini. Dan di sinilah mereka berdua saat ini, duduk di kursi taman yang lumayan jauh dari mansion.
"Fyuh." Rere bernafas lega karena akhirnya ia bisa menghirup udara dengan normal, tidak seperti saat joging tadi ia napas udah kayak orang bengek saja.
"Capek, ya?" Tanya Fano sambil menyodorkan sebotol air mineral ke Rere.
Rere menerimanya dan langsung meminum airnya hingga tersisa setengah. Ia kemudian menggeser duduknya agar Fano bisa ikutan duduk. "Ya, capek lah. Emang kamu gak liat aku udah ngos-ngosan gini." Kesal Rere.
"Hehe, galak banget sih istri saya. Lagi pms ya?"
Rere melirik Fano sekilas lalu memutar bola matanya malas. "Lagian kamu sih. Aku lagi enak-enak tidur malah dibangunin, ck."
Fano terkekeh pelan, tanpa komando tangannya meraih tangan mungil Rere lalu menggenggamnya erat. Ia mengulas senyum manis saat Rere menatapnya dengan tatapan kagetnya. Lucu sekali.
"Eum, Fan lepas. Malu tau diliatin orang." Ucap Rere malu-malu sambil menundukkan wajahnya. Ah, jantungnya bahkan sudah menggila karena ulah suaminya. Rere tersentak kaget saat Fano mengecup punggung tangannya lumayan lama. Ciuman itu terasa tulus, Rere sampai terharu. Hal kecil memang, tapi itu cukup untuk membuatnya baper sebaper bapernya.
"Saya mau jujur sama kamu." Fano menatap Rere begitu dalam. Rere tampak akan memalingkan wajahnya, namun segera Fano tahan dengan kedua tangannya, ia menangkup wajah cantik itu.
"Ju-jujur soal, apa?" Tanya Rere gugup. Bila ada mesin penghenti waktu, ia ingin menghentikan waktu walau hanya sesaat setidaknya sampai debaran jantungnya kembali berdetak dengan normal.
"Soal perasaan saya."
Deg..
Rere mengedip-ngedipkan matanya beberapa kali. Oh come on, kenapa ia terlihat seperti orang bego saja saat tatapan elang itu menatapnya begitu dalam sampai ia tak mampu untuk berpaling.
"Jujur saat pertama kali melihat kamu, saya sebenarnya sudah tertarik sama kamu, karena kamu terlihat berbeda dari perempuan lain. Kamu tidak melihat saya dari fisik dan tidak juga dari materi. Kamu special, sampai saya tak mampu untuk menyangkal, bahwa rasa tertarik itu berubah menjadi sebuah rasa yang saya kira gak bakal saya rasakan kembali setelah kejadian beberapa tahun silam." Jeda sesaat, Fano menghembuskan napasnya perlahan. "Tapi bersama dengan kamu, saya sadar bahwa rasa itu ada, dan rasa itu kembali hadir karena adanya kamu. Rere," Fano menatap Rere lebih intens.
"Ya?" Tanya Rere bingung harus berkata seperti apa dan bagaimana.
"I love you." Ucap Fano dalam satu kali tarikkan napas dan disertai seulas senyum tulus yang terpatri di bibir tipisnya.
Rere diam membeku. Oh tunggu dulu! Ia tak sedang bermimpi bukan? Fano, menyatakan cinta padanya? Sungguh luar biasa. Momen langka yang harus ia abadikan dalam benaknya, kalau perlu video-in sekalian. Biar abadi, muehehe.
"Kenapa hanya diam? Apa kamu tidak merasakan hal yang sama?"
Rere mengerjap lucu saat Fano mengelus punggung tangannya. "Hah? Eum, kamu tadi bilang apa?" Tanya Rere linglung. Bagaimana ia tidak linglung jika Fano menyatakan perasaan tanpa memberitahu Rere dulu sebelumnya. Kalau gitukan Rere bisa siap-siap dulu, muehehe. Rere nyengir kuda nil saat Fano menatapnya datar. Ah, baru saja romantis, eh balik datar lagi. Ampun deh, nasib punya suami kaku ya gini.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Lecturer Is My Husband (END)
Roman d'amourStory 1📙 Jadi, mohon maaf kalau masih agak berantakan. [belum revisi] Dijodohin itu gak ada dikamus gue. Apalagi dijodohin sama dosen yang galak seperti Fano. Dih, ogah. Bisa kebayang gak tuh kehidupan gue ke depannya? Gak jauh dan gak lebih pasti...