Di depan pintu ruang IGD Fano terus saja mondar-mandir. Raut wajahnya sangat menggambarkan dengan jelas bahwa ia sedang khawatir. Sudah sekitar dua puluh menit lamanya Rere di bawa masuk ke dalam ruang IGD, namun sampai sekarang belum ada kabar mengenai istrinya itu. Kedua orang tua dan kedua mertuanya pun sudah ia kabari. Katanya mereka akan segera datang ke rumah sakit ini, mungkin sebentar lagi akan sampai.
Ceklek..
Pintu ruangan terbuka menampakkan seorang pria berjas putih yang baru keluar dari sana. Dengan langkah lebarnya, Fano segera menghampiri dokter itu.
"Dok, bagaimana keadaan Rere? Dia baik-baik aja kan?" Fano menatap penuh harap pada dokter di depannya.
"Anda siapanya pasien?" Dokter yang diketahui bernama Beni itu balik bertanya.
Dengan cepat Fano menjawab. "Saya, suaminya. Istri saya gak papa kan, dok?"
"Alhamdulillah saat ini istri anda dalam keadaan baik-baik saja." Papar Beni dengan seulas senyum ramahnya yang sangat khas. Namun sedetik kemudian Beni tampak menundukkan wajahnya. Fano sampai mengamati perubahan ekspresi dari sang dokter, perasaannya kembali mendadak cemas padahal baru saja ia merasa lega.
"Tapi," Beni menjeda ucapannya, ia menatap Fano dengan tatapan yang sulit diartikan.
"Tapi kenapa dok? Jangan membuat saya cemas." Ucap Fano tak sabaran.
"Mohon maaf, tapi kami tidak bisa menyelamatkan janin yang berada dalam kandungan istri anda."
Bagai tersambar petir disiang bolong, Fano kagetnya bukan main. "Ja-janin? Maksud dokter.." Fano menatap Beni meminta penjelasan.
"Jangan bilang, anda tidak tau bahwa istri anda sedang mengandung?"
Fano mengangguk lemas sebagai jawaban.
"Usia kandungan istri bapak baru menginjak tiga minggu. Sangat disayangkan karena anda harus kehilangan calon bayi anda sebelum anda mengetahui keberadaannya." Dokter Beni menepuk pundak kanan Fano prihatin. "Saya ikut prihatin. Maaf karena saya tidak bisa menyelamatkannya. Permisi." Dokter Beni pergi meninggalkan Fano yang masih syok dengan kenyataan yang baru saja diketahuinya.
****Rere membuka kedua kelopak matanya perlahan, silaunya cahaya membuat kedua matanya menyipit. Rere mengamati langit-langit ruangan yang terlihat asing baginya lalu ia mengedarkan pandangannya ke sebelah kiri kanan tempatnya berbaring.
"Mamah, papah." Ujar Rere begitu mendapati kedua orang tuanya yang tengah berdiri di sebelah kanannya. Ia menoleh ke kiri, di sana ada kedua mertuanya juga. "Mom, dad. Kenapa kalian semua ada di sini? Dan, ini, aku di mana?" Tanya Rere kebingungan. Seingatnya tadi malam ia berada di mansion suaminya lalu sekarang kenapa ia bisa berada di tempat ini. Tunggu, bukankah ini rumah sakit? Rere kembali mengingat kejadian yang ia alami tadi malam. Awalnya ia baru bangun dari tidur lalu turun kelantai satu untuk mencari obat, namun langkahnya terhenti di penghujung tangga saat..ya, sekarang ia mengingat semuanya. Rere mengedarkan pandangannya mencari keberadaan suaminya, namun tidak ada. Kemana pria itu pergi? Apa dia pergi bersama Monic tanpa mau memperdulikan dirinya?
KAMU SEDANG MEMBACA
My Lecturer Is My Husband (END)
RomanceStory 1📙 Jadi, mohon maaf kalau masih agak berantakan. [belum revisi] Dijodohin itu gak ada dikamus gue. Apalagi dijodohin sama dosen yang galak seperti Fano. Dih, ogah. Bisa kebayang gak tuh kehidupan gue ke depannya? Gak jauh dan gak lebih pasti...