3. KookMin: Ian VS Sujimin [Bagian 2]

191 31 52
                                    

Selepas Isya, Sujimin mendengar suara seperti pintu mobil yang ditutup dengan keras. Membuatnya segera melepas sarung dan kopiah dan membuka gorden sedikit.

Ia tertawa melihat Si Orang Kota bernama Ian melangkah dengan wajah kesal. Kaos putih pria itu yang sebelumnya rapi dan bersih sekarang kusut dan kotor terkena noda yang sepertinya oli dan tanah.

Sujimin membuka pintu dan menyandarkan tubuhnya ke kusen dengan kedua lengan terlipat di depan dada.

Brak!

Ian menjatuhkan dongkrak ke lantai teras Sujimin, membuat pemilik rumah berharap tegel putihnya tidak tergores atau terkelupas gara-gara ulah Ian.

"Tuh kukembalikan," ujarnya ketus dan berbalik pergi.

"Ya, terima kasih kembali," ucap Sujimin sarkastis dan memungut dongkraknya lalu memeriksa tegelnya. "Untunge ra gompel (Untungnya nggak cuil)."

---

Ian mengemudikan kencang mobil 4WD miliknya menjauh. Ia hanya ingin segera meninggalkan tempat kampungan ini.

Ia bernafas lega ketika sudah berada di jalan raya yang ramai.

"Akhirnya! Sampai ke peradaban manusia."

---

"Ucok, bangun! Udah siang ini!" Mutia Haloho, ibu Ian, mengetuk-ngetuk pintu kamar anak bungsunya. "Cok, sudah mau makan siang ini. Mau tidur sampai kapan kau?"

Mutia membuka pintu kamar putranya dan menggeleng saat melihat anaknya masih bergelung di balik bed cover di dalam kamar yang super dingin dengan bertelanjang dada.

"Masuk angin lama-lama kau!"

Mutia berdiri di samping tempat tidur dan langsung menepuk kencang pantat Ian.

"Bangun!"

"Ennngggghhh...."

"Bangunlah! Capek Mamak teriak-teriak dari tadi!"

"Lima menit...," ucap Ian teredam bantal.

"Sekarang! Mamak hitung sampai lima, tak bangun juga, Mamak siram kau! Satu...dua...."

"Hhhkkkkk"

"Tiga...em-"

"Iya iya, aku bangun sudah!" Ian duduk di tempat tidur dengan mata yang masih terpejam.

"Oi, bangun tu ya bangun. Mata kau masih tertutup begitu." Mutia mengelus dada karena kelakuan putranya. "Sana mandi. Sepuluh menit lagi turun terus makan. Kau temani Babe ke dokter."

"Hmm...."

Mutia meninggalkan kamar putranya, membuat Ian kembali menjatuhkan tubuhnya ke kasur.

Satu menit.

Dua menit.

"Mandi! Tak mau mandi, kulaser sampai hilang semua tato kau!"

"Iya iya!"

---

"Bapak Suhaini Saleh."

"Ya, Sus." Ian berdiri dan menggandeng ayahnya yang sudah membaik setelah stroke sejak dua tahun lalu. "Pelan-pelan, Beh."

"Ude kagak ape-ape. Masih kuat Babeh. Cuman ke sono doang. Lu duduk diem aje sini, kagak usah ikut."

"Iya iya."

Ian pun membiarkan ayahnya berjalan dan mengawasi Beliau dari tempat duduk.

"Eh, Dokter Jim Jim. Begimane kabarnye? Sehat-sehat ye?"

Monkey Business 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang